Teori Pertumbuhan Ekonomi : Mahzab Historis


BAB 7
TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI : Mahzab Historis
T
eori pertumbuhan ekonomi dapat diklasifikasikan atas dua aliran utama yaitu: (a) mazhab historis, dan (b) mazhab analitis. Mazhab historis lebih menitikberatkan kepada permasalahan: Apa yang terjadi? Sedangkan mazhab analitis memusatkan perhatiannya kepada permasalahan: Kenapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi? Studi mengenai mazhab historis ditempatkan dalam Bab 3 ini sedangkan mazhab analitis dalam Bab 4.   
Mazhab historis mengkaji pertumbuhan ekonomi dari sisi sejarahnya, yang dalam hal ini dapat dibagi atas beberapa tahap, sehingga teori-teori ini disebut pula Teori Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi. Teori ini berasal dari Jerman pada abad XIX sebagai reaksi terhadap “sistem persaingan bebas” (laissez faire) yang lahir dan berkembang di Inggris. Teori ini kemudian berkembang lebih lanjut, dan  dalam bab ini akan dibahas teori-teori mazhab historis yang dikemukakan oleh: (a) Friedrich List, (b) Bruno Hildebrand, (c) Karl Bucher, (d) Karl Marx, (e) Collin Clark, dan (f) W.W Rostow.

7.1 FRIEDRICH LIST (1844)

Friedrich List sebenarnya adalah seorang penganut paham Laissez faire yang berpendapat bahwa sistem atau paham ini dapat menjamin alokasi sumber daya yang optimal. Dengan kata-kata lain perkembangan ekonomi hanya terjadi apabila dalam masyarakat terdapat kebebasan dalam organisasi politik dan kebebasan perorangan.
Tetapi ia menghendaki adanya proteksi pemerintah bagi industri-industri yang masih lemah. Suatu hal yang dapat dimengerti karena dia menghendaki berkembangnya industri di Jerman yang pada waktu itu masih jauh tertinggal dibandingkan dengan di Inggris.Dengan demikian menurut Friedrich List perkembangan ekonomi yang sebenarnya tergantung kepada peranan pemerintah, organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Friedrich List meneliti tahap-tahap pertumbuhan ekonomi dari segi perkembangan teknik produksi atau perilaku masyarakat dalam berproduksi. Tahap-tahap tersebut adalah[1]:
(1)   Mengembara
(2)   Beternak
(3)   Pertanian
(4)   Pertanian dan industri rumah tangga (manufaktur)
(5)   Pertanian, industri manufaktur dan perdagangan
Dalam masyarakat yang berada pada  tahap kelima tingkat kemajuan teknik produksi tersebut saling tumpang tindih (overlapping), sehingga sulit menentukan batas diantara tahap-tahap tersebut secara tegas.

7.1.1 Mengembara

Ini adalah bentuk kegiatan manusia yang paling awal (primitif) dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (berproduksi).Produk yang dibutuhkan oleh masyarakat pada tahap ini adalah bahan makanan, yang jelas merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar bagi suatu kehidupan. Bahan pangan ini dapat dibagi dua, yaitu: (i) yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan (ii) yang berasal dari hewan. Pangan nabati pada tahap ini dapat diambil begitu saja dari alam tanpa perlu bersusah payah menanam dan apalagi memprosesnya. Sementara pangan hewani diperoleh dengan cara berburu. Bila bahan pangan di suatu daerah habis, maka mereka akan mencari yang lain di tempat yang lain pula dengan membawa serta hewan yang masih mereka miliki atau belum habis dimakan. Dengan demikian mereka mempunyai pola hidup mengembara dan dengan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi kepada alam.

7.1.2 Beternak

Dalam perkembangan selanjutnya hewan yang mereka pelihara semakin banyak, baik karena berkembang biak maupun karena hasil tangkapan baru. Pengalaman dan kebiasaan ini secara perlahan pada akhirnya menumbuhkan usaha peternakan.

7.1.3 Bertani

Seiring dengan berjalannya waktu jumlah penduduk kian meningkat dan oleh karena itu kebutuhannya, khususnya kebutuhan akan bahan pangan juga meningkat, sehingga diperlukan jumlah bahan pangan yang semakin banyak pula. Dengan demikian jumlah bahan pangan di suatu lokasi menjadi semakin cepat habis, dibandingkan dengan periode sebelumnya.Hal ini berarti bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangannya masyarakat tersebut memerlukan route pengembaraan yang semakin jauh dan dengan frekuensi yang semakin besar. Hal ini sudah jelas memerlukan tenaga dan energi yang semakin besar pula, sementara daya tahan tubuh masyarakat pada waktu itu belum berkembang dengan memadai terutama karena pengetahuan tentang kesehatan dapat dikatakan sama sekali tidak ada. Oleh karena itu pola hidup mengembara menemukan titik jenuhnya dan masyarakat tradisional tersebut terdorong untuk memikirkan cara produksi alternatif. Maka lama-kelamaan mulai dikenal kehidupan bercocok tanam (bertani) tradisional.Oleh karena pertanian dalam arti luas meliputi pula usaha peternakan, maka tahap ketiga ini disebut pertanian.

7.1.4 Pertanian dan Industri Rumah Tangga

Seiring dengan perjalanan waktu sektor pertanian berkembang dari pola perladangan berpindah-pindah kepada pertanian menetap dengan teknik produksi yang semakin maju. Perkembangan ini terutama sebagai hasil dari dinamika interaksi antara demand dan supply barang kebutuhan pokok khususnya pangan. Dari sisi demand kebutuhan terhadap pangan terus meningkat terutama karena peningkatan jumlah penduduk. Dari sisi supply lahan pertanian adalah tetap, kalaupun meningkat maka peningkatannya akan relatif kecil khususnya dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk. Maka satu-satunya peluang penting untuk menyeimbangkan demand dan supply produk pertanian ini adalah dengan memperbaiki teknologi pertanian sehingga menghemat pemakaian lahan.
Meskipun telah terdapat kemajuan yang berarti dalam sektor pertanian pada taap ini, sektor pertanian tradisional, karen sifat produksinya yang banyak bergantung kepada sifat-sifat alam, ternyata tidak dapat menyerap tenaga kerja manusia secara penuh. Di sektor pertanian ini terdapat, apa yang disebut dengan pengangguran musiman  (seasonalunemployment) . Seperti diketahui beberapa kegiatan pokok dalam suatu usaha tani antara lain adalah : pembenihan, pembersihan lahan, pengelolaan lahan sampai siap untuk ditanami, bertanam membersihkan rerumputan yang tumbuh di sekitar tanaman (menyiang), memelihara/ mengatur pengairan, melindungi tanaman dari ancaman ternak/ hewan lainnya seperti burung dan babi, panen dan kemudian pasca panen. Diantara kegiatan-kegiatan tersebut terdapat waktu senggang yang kadang-kadang relatif panjang, misalnya periode antara sesudah bertanam atau menyiang sampai datangnya musim panen. Disamping itu di beberapa daerah atau belahan bumi seperti di Eropa, Jepang dan Cina bagian utara, karena kondisi cuaca dan iklim, maka kegiatan pertanian yang normal hanya dapat dilakukan beberapa bulan saja dalam setahun. Maka dapat dipahami bahwa waktu senggang ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk melakukan berbagai jenis pekerjaan lain dan yang terpenting diantaranya adalah membuat berbagai produk kerajinan tangan untuk keperluan rumah tangga yang dilakukan di rumah-rumah. Dengan demikian, lama kelamaan berkembanglah apa yang disebut dengan industri rumah tangga (home industry). Produk-produk yang dihasilkan antara lain:
(a)    Barang anyaman seperti tikar, kain, renda, topi dan jala,
(b)   Barang keramik/ tembikar seperti periuk, piring, cawan, piring, panci, gelar dan tempayan,
(c)    Berbagai barang ukiran/ hiasan,
(d)   Peralatan pertanian dan/atau transportasi seperti: kapak, cangkul, pisau, parang, pedang, bajak, gerobak, bendi dan pedati.
Pada tahap-tahap awal dari perkembangannya industri rumah tangga ini adalah bersifat sambilan, berskala keci dan banyak menggunakan tenaga manusia.Sementara itu produksinya juga hanya untuk keperluan lokal atau daerah di sekitar produk itu dibuat. Perkembangan industri rumah tangga ini pada akhirnya juga mendorong kemajuan di sektor pertanian yaitu melalui perbaikan teknik produksi,  sehingga perekonomian memasuki memasuki tahap kedua yang bercirikan: pertanian yang semakin berkembang yang dilengkapi dengan industri manufaktur berskala kecil.

7.1.5 Pertanian, Industri Manufaktur dan Perdagangan

Dalam jangka panjang, secara alamiah masyarakat ternyata belajar dari pengalamannya, sehingga teknologi produksi, baik di sektor pertanian, maupun di sektor rumah tangga, dari waktu ke waktu terus diperbaiki. Jumlah produk yang dihasilkan semakin banyak, semakin beragam dan semakin canggih dan dengan cara yang semakin efisien. Laju pertumbuhan teknologi ini semakin dipacu dengan dikenalkannya sistem persaingan yang mendorong berkembangnya spesialisasi baik antar pekerja maupun antar negara.Perkembangan spesialisasi memperbesar tingkat interpendensi antar pekerja dan antar negara dan oleh karena itu mendorong pertumbuhan sektor perdagangan.Sebaliknya sektor perdagangan kembali merangsang perkembangan unit-unit produksi dan konsumsi yang ada di dalam masyarakat baik dalam sektor pertanian maupun dalam sektor manufaktur.
Siklus ini terus berlangsung sehingga skala produksi, perdagangan dan konsumsi kian meningkat yang sekaligus mengantar masyarakat tersebut kepada fase III dalam perekonomian yang bercirikan: pertanian maju, industri skala besar dan perdagangan.

7.2 BRUNO HILDEBRAND (1864)

Bruno Hildebrand mengkritik Friedrich List dan berdasarkan pengalaman Inggris dia mengatakan bahwa perkembangan masyarakat atau ekonomi bukan karena sifat-sifat produksi atau konsumsi, tetapi karena perubahan-perubahan dalam metoda distribusi yang digunakan.Dia menganalisis proses pertumbuhan ekonomi dari segi evolusi alat-alat tukar, yaitu[2]:
(1)   Perekonomian barter
(2)   Perekonomian uang, dan
(3)   Kredit

7.2.1    Perekonomian Pasar

Perekonomian barter (ditukarkan dengan barang), adalah bentuk perekonomian pertukaran yang paling awal. Meskipun demikian dalam perekonomian modern dewasa ini masih dijumpai barter tetapi terwujudnya sudah lebih maju sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam perekonomian barter, khususnya barter yang tradisional barang-barang (atau jasa-jasa) dipertukarkan secara langsung oleh kedua fihak.
Dibandingkan dengan periode sebelumnya, jelas perekonomian barter ini lebih maju karena pada peridoe sebelumnya seseorang, suatu keluarga atau kelompok masyarakat hanya dapat mengkonsumsi produk-produk yang mereka produksi sendiri. Dalam perekonomian barter disamping produk sendiri seseorang dapat pula mengkonsumsi produk-produk lain yang tidak dapat mereka produksi, yaitu melalui kegiatan pertukaran dengan produsen lain tersebut.
Salah satu keterbatasan ssitem barter adalah bahwa perdagangan diantara kedua belah pihak hanya mungkin terjadi apabila keduanya saling membutuhkan barang yang dipertukarkan tersebut. Hal ini mengakibatkan jumlah dan ragam produk yang dipertukarkan menjadi sangat terbatas, sementara waktu dan biaya yang diperlukan untuk kegiatan pertukaran tersebut relatif besar. Misalnya Pak Aman, seorang produsen ubi kayu, ingin menukarkan surplus produksinya dengan seekor kambing. Pertukaran akan berlangsung dengan lancar bila ia segera bertemu, misalnya dengan Badu yang kebetulan surplus kambing dan pada saat yang sama membutuhkan ubi kayu. Bila ternyata Badu tidak membutuhkan atau tidak kekurangan ubi kayu, maka perdagangan antara Pak Aman dengan Badu seperti yang diilustrasikan di atas tidak dapat dilakukan. Akibatnya, bisa dibayangkan untuk memenuhi hasratnya Pak Aman perlu mencari orang lain yang memiliki surplus produksi kambing dan sekaligus bersedia menukarkannya dengan ubi kayu. Bila demikian, maka suatu yang perlu dicatat adalah bahwa pekerjaan Pak Aman tersebut akan menguras energi dan waktu yang lebih banyak, yang berarti tidak efisien.
Akan tetapi, meskipun perekonomian dewasa ini sudah jauh lebih maju, dibandingkan dengan pada saat sistem barter pertama kali dikenal, masih saja dijumpai barter, kendatipun dengan versi yang sedikit agak berbeda. Misalnya apa yang disebut dengan “counter-trade” atau perdagangan timbal balik. Untuk itu ada baiknya sejenak, disimak laporan Busiess Week berikut.[3]
…………….., transaksi yang bersifat perdagangan timbal balik (counter-trade) itu diperkirakan sudah mencapai 25-30 negara-negara yang bersangkutan pada umumnya adalah untuk mempertahankan volume ekspor ke pasar internasional serta untuk memperkecil defisit neraca pembayaran. Dalam hal ini para pensupply yang menjual suatu komoditi diharuskan membeli produk-produk tertentu sebagai imbalan.
Selanjutnya business Week menunjukkan beberapa kasus berikut:
(1)   Pemerintah Brazil telah membuat komitmen dengan perusahaan asing yang memproduksi mobil (truk) dengan mengizinkan pengeksporan produksinya senilai US.S$.21 Milyar dan produk-produk lain sampai tahun 1989. Sebagai imbalan prestasinya, pemerintah memberinya hak untuk komponen misalnya untuk pabrik mobilnya itu.
(2)   Iran berhasil metakinkan New Zealand Meat Board untuk menjual daging kambing beku seharga US$. 200 juta ke Iran dalam tahun 1989 yang dibarter dengan minyak bumi.
(3)   Swedia memperoleh persetujuan dari General Electric untuk membeli produk-produk Swedia sebagai imbalan kontrak pembuatan mesin pesawat pemburu Swedia JAS. Ini berarti bahwa hasil-hasil industri Swedia dibeli General Electric Trading Co yang akan menangani perdagangan timbal balik dan kegiatan-kegiatan lain di bidang perdagangan lainnya.
(4)   Kanada membeli pesawat terbang tipe F-18 buatan perusahaan pembuat kapal terbang McDonald Douglas seniai US.S$.2,4 miliar dan sebagai imbalannya perusahaan ini membantu Kanada mencari pembeli barang-barang dan jasa-jasa Kanada senilai tersebut
(5)   Yugoslavia mengharuskan pabrik-pabrik mobil yang mengekspor produknya ke negara itu, membeli produk-produk Yugoslavia yang senilai dengan komponen-komponen yang diimpor oleh negara itu, misalnya membeli mobil dari pabriknya di Yugoslavia
(6)   Brazil meminta calon penjual satelit ruang angkasa (space satelite) untuk mengekspor barang-barang buatan Brazil dengan nilai US$.130 juta. Spar AeroSpace (Kanada) dan Hughes Aircraft (Amerika Serikat) yang memenangkan tender tersebut secara bersama akan mengatur barang-barang buatan Brazil ke negara-negara tersebut.
(7)   Rusia membeli mesin-mesin konstruksi dari Mitsubishi, dan perusahaan Jepang ini akan membeli kayu Siberia dari Rusia.
(8)   Kolumbia mengharuskan para pensuplai peralatan dari Spanyol untuk membeli hasil kopi negara itu dan sebagai imbalannya Kolumbia akan membeli sejumlah bus buatan Spanyol.
(9)   Rusia membeli fosfat dari Occidental Petrolum dengan perjanjian sebesar US$. 20 miliar dan Occiedental Petroleum akan membantu negara ini mendirikan pabrik amonia dan akan membeli sebagian dari hasil pabrik tersebut
(10)   RRC mengadakan kontrak senilai US$.500 juta dengan Technotrade Italia untuk memperluas pertambangan dan memodernisasi jalan-jalan kereta api. Technotrade sebaliknya setuju membeli batu bara dari negara tersebut untuk disalurkan ke pasar internasional.

7.2.2 Perekonomian Uang

Dalam perekonomian ini, pertukaran dilakukan dengan menggunakan suatu media yang disbut uang. Namun demikian kegunaan uang lama-kelamaan juga mengalami perkembangan sehingga tidak hanya lagi sekedar alat tukar. Dalam kepustakaan teori ekonomi moneter dikenal 4 kegunaan uang berikut, dua yang pertama diantaranya sangat mendasar sedang dua lainnya merupakan tambahan, yaitu: (a) alat tukar, (b) alat penyimpan nilai/ daya beli, (c) Satuan hitung, (d) Ukuran pembayaran masa depan (hutang piutang)
Berkaitan dengan itu dan karena tuntutan kemajuan ekonomi secara makro, pengertian uang dari waktu ke waktu juga mengalami kemajuan yang berarti.Hal ini diindikasikan dengan berkembangnya instrumen-instrumen keuangan (financial instrument). Sebagai ilustrasi berikut ini dikemukakan beberapa pengertian uang beredar (M) dalam masyarakat, mulai dari yang paling sederhana (sempit) sampai kepada yang paling luas.
(1)   Currency (uang tunai) yang ada di tangan umum (di luar lembaga-lembaga keuangan dan kas negara). Currency (C) ini disebut juga uang kartal dan terdiri dari uang logam dan uang kertas.
(2)   Narrow money (uang dalam arti sempit, disingkat M1) meliputi C dan uang giral atau demand deposit (DD) masyarakat yang ada di bank. Jadi,
M1 = C + DD …………………………..(1)
Berdasarkan sifat-sifatnya kartu kredit (credit card) dapat pula dimasukkan ke dalam pengertian M1 ini.
(3) Broad Money atau uang dalam arti luas (M2) meliputi M1 deposit berjangka atau time deposit (TD) dan saving deposit (SD). Pada berbagai negara TD dipilah lagi menjadi 2 bagian yaitu: TD yang nilainya relatif besar (TDb) dan TD yang nilainya relatif kecil (TDS). Di Amerika Serikat misalnya TDS adalah yang nilainya kurang dari US.$.100,000. Dengan demikian M2 ini dapat dinyatakan dengan Persamaan.
M2 = M1 + SD + TDS ……………………….(2)
(4)  Definisi uang beredar yang lebih luas lagi adalah M3, yang mencakup semua SD dan TD, besar kecil, uang domestik atau mata uang asing penduduk yang bersangkutan yang terdapat pada lembaga-lembaga keuangan. Seluruh TD dan SD ini disebut uang kuasi atau quasy money (QM).TD dan SD dalam mata uang asing yang bukan merupakan milik penduduk negara bersangkutan tidak termasuk dalam definisi uang kuasi. Dengan demikian M3 dapat diformulasikan sebagai berikut:
M3 = M1 + QM …………………….(3)
(5)  Definisi uang yang paling luas adalah likuiditas total (L), yang mencakup semua alat-alat likuid yang ada dalam masyarakat. Jadi disini disamping SD dan TD juga termasuk misalnya, obligasi pemerintahan dan swasta jangka pendek, wesel perusahaan (comercial papers), cek mundur, aksep bankir, deposito di luar negeri dan sebagainya.
Uraian mengenai beberapa pengertian uang di atas mengindikasikan bahwa perekonomian uang sudah mengalami perkembangan pula dari waktu ke waktu. Perkembangannya mengarah kepada apa yang disebut dengan kredit. Uang giral (DD) pada dasarnya adalah semacam kredit atau hutang jangka pendek bank umum kepada masyarakat.Begitu pula halnya dengan TD dan SD, hanya saja jangka waktunya lebih panjang dari DD. Demikian pula halnya dengan bentuk-bentuk likuiditas lainnya yang diberikan di atas.
Sebagai alat tukar ada dua sifat penting yang harus dipenuhi oleh uang, yaitu (a) Dapat diterima secara umum dan (b) Dapat digunakan sebagai alat dalam pertukaran barang-barang dan jasa-jasa
Oleh karena itu dalam perkembangannya kita melihat bahwa mula-mula yang dijadikan uang oleh masyarakat adalah barang-barang yang pada umumnya disukai banyak orang atau anggota masyarakat.Beberapa sifat barang yang umumnya disenangi oleh masyarakat adalah indah, mudah dibawa dan disimpan praktis dan menarik. Kemudian syarat lain yang penting adalah bahwa uang tersebut harus mudah dibawa dan disimpan, dan harus tahan lama. Berdasarkan kriteria tersebut kiranya dapat dipahami kenapa dalam jangka waktu relatif lama kita mengenal uang logam yang umumnya terdiri dari emas/perak berfungsi sebagai alat tukar.
Dibandingkan dengan perekonomian barter sederhana jelas perekonomian uang ini jauh lebih efisien karena disini orang tak perlu susah payah membuang energi dan waktu untuk menukar produk yang dia miliki dengan produk lain yang dia inginkan. Demikian pula bila dibandingkan dengan kekayaan yang bersifat fisik lainnya, menyimpan uang jauh lebih mudah dan tidak banyak memakan tempat.Begitu pula uang jauh lebih ringan dan oleh karena itu jauh lebih mudah untuk dibawa-bawa dibanding dengan barang-barang lainnya.
Perkembangan uang sebagai alat tukar, yang demikian berarti perkembangan perekonomian uang, jelas mempengaruhi perekonomian secara makro sehingga membentuk suatu lingkungan ekonomi yang sangat jauh berbeda dari lingkungan perekonomian barter. Salah satu dampak penting dari meluasnya penggunaan uang adalah pesatnya perkembangan lembaga-lembaga keuangan khususnya perbankan.Sebaliknya perkembangan lembaga-lembaga keuangan juga memacu perkembangan uang sebagai alat tukar seperti berbagai macam bentuk uang seperti yang disebutkan di atas.Dengan demikian antara uang dan bank terdapat suatu symbiosis yang akhirnya melahirkan suatu bentuk atau sistem pertukaran yang lebih canggih yaitu kredit.Perkembangan ini selanjutnya menurut persepsi Bruno Hildebrand mengarah kepada tahap ketiga yaitu, perekonomian kredit.

7.2.3    Perekonomian Kredit

Dalam setiap transaksi selalu dijumpai tiga fenomena berikut: (a) Negosiasi, (b) Penyerahan barang dan jasa yang ditransaksikan, dan (c) Pembayaran (dalam perekonomian uang lazim dengan menggunakan satuan mata uang tersebut). Apabila antara penyerahan barang/jasa dengan pembayaran terdapat perbedaan waktu yang cukup berarti (sesuai dengan perjanjian kedua pihak yang terlibat dalam perdagangan tersebut), maka proses pertukaran itu dikatakan berlangsung secara kredit. Bila proses pertukaran semacam ini sudah umum terjadi dalam suatu pertukaran, maka perekonomian itu dapat disebut “perekonomian kredit”.
Dalam setiap transaksi selalu diperlukan sejumlah uang yang dalam kenyataan jumlahnya selalu terbatas.Sementara itu kebutuhan manusia tidak terbatas yang berimplikasi kepada tidak terbatas pula kebutuhan terhadap uang.Dengan kata-kata lain uang merupakan kendala dalam memaksimumkan kegiatan transaksi. Dalam hubungan ini, maka kredit jelas merupakan suatu terobosan dalam mengatasi kelangkaan persediaan uang untuk transaksi. Pengenalan kredit akan memperlancar kegiatan transaksi, yang selanjutnya mendorong perkembangan produksi dan konsumsi yang dengan demikian berarti bagi pertumbuhan ekonomi.

7.3 KARL BUCHER (1893)

Karl Bucher mengemukakan analisisnya dengan mengacu kepada evolusi perekonomian di Jerman. Dia mencoba mensintesakan pendapat List dan Hildebrand dengan mengatakan bahwa perekonomian tumbuh melalui 3 tahap, yaitu:
(1)   Produksi untuk memenuhi kebutuhan sendiri (rumah tangga);
(2)   Perekonomian kota, dimana perdagangan sudah meluas; dan
(3)   Perekonomian nasional, dimana kegiatan produksi sudah berorientasi ke pasar (market oriented) yaitu barang diproduksi untuk dijual ke pasar. Dengan demikian peranan pedagang semakin penting.
Seperti halnya dalam teori pertumbuhan List dan Bruno Hildebrand, sudah barang tentu tidak akan dapat diketahui secara pasti dan tegas batas-batas diantara ketiga tahap pertumbuhan ekonomi Karl Bucher ini.

7.3.1    Perekonomian Rumah Tangga

Pada tahap ini suatu rumah tangga memproduksi sendiri produk-produk yang mereka butuhkan, yang dengan demikian tidak terdapat perdagangan seperti yang banyak dikenal pada saat sekarang.Unit-unit produksi dengan sendirinya juga merupakan unit-unit konsumsi.Dalam pada itu kebutuhan masyarakat terhadap barang-barang dan jasa-jasa masih sangat terbatas.Organisasi produksi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat pokok dengan menggunakan teknologi yang masih sangat sederhana.

7.3.2    Perekonomian Kota

Dalam tahap ini, perdagangan sudah meluas. Sebelumnya memang sudah terjadi juga perdagangan, tetapi skalanya masih sangat kecil dan mungkin hanya bersifat antar keluarga di suatu dusun, kampung atau pedesaan, dimana diantara para pelaku satu sama lain mungkin masih saling mengenal. Pasar (terutama dalam arti fisik) memang cenderung untuk berada di tempat yang relatif ramai, meskipun berlokasi di daerah pedesaan. Dengan semakin berkembangnya perdagangan, maka pasar akan semakin ramai pula, seingga lama-kelamaan berkembang menjadi suatu kawasan yang disebut kota yang melahirkan perekonomian kota.
Beberapa karakteristik yang menonjol dari perekonomian kota, khususnya bila dibandingkan dengan perekonomian rumah tangga adalah sebagai berikut:
(a)    Skala perdagangan, yang tercermin dari nilai dan volume barang-barang serta jasa-jasa yang diperdagangkan, menjadi semakin besar dan hal ini berimplikasi kepada
(b)   Berkembangnya sektor transportasi
(c)    Ragam barang-barang dan jasa-jasa yang diperdagangkan semakin banyak
(d)   Jarak angkut dari barang-barang yang diperdagangkan semakin jauh yang mencerminkan adanya kemajuan dalam bidang transportasi
(e)    Banyaknya diantara para pelaku yang terlibat dalam perekonomian kota ini satu sama lain tidak saling mengenal
(f)    Peranan kaum pedagang dan pengusaha pada umumnya menjadi semakin menonjol sehingga kadang-kadang menyaingi kekuasaan raja
(g)   Penggunaan uang sudah semakin meluas sehingga: (i) Perekonomian menjadi semakin efisien, (ii) Merangsang unit-unit produksi dan konsumsi untuk berkembang lebih lanjut sehingga, (iii) Perekonomian kota jauh lebih dinamis dari perekonomian rumah tangga
Perkembangan ini antara lain terjadi pada kota-kota yang sudah dikenal sejak zaman Romawi misalnya Florence, Pisa, Milano dan Cologne di tepi sungai Rijn dan Donau.[4]Pada zaman pertengahan (500 – 1500 M) pengaruh kota-kota ini menjadi bertambah besar.Kota-kota yang ada di dunia ini pada umumnya tumbuh dari desa-desa yang baik letaknya dari sudut perdagangan. Fenomena ini mengindikasikan pula eratnya kaitan antara pertumbuhan suatu kota dengan perkembangan kegiatan ekonomi, khususnya perdagangan. Karena transportasi darat pada waktu itu belum selancar sekarang, maka transportasi air memegang peranan penting sehingga kota-kota tersebut umumnya berada di tepi pantai atau sungai.
Sebelum zaman pertengahan berakhir beberapa kota di Eropa sudah berkembang menjadi kota-kota besar yang penting, terutama ditinjau dari sudut ekonomi perdagangan. London yang teletak di tepi sungai Themes misalnya telah menjadi tempat penyelenggaraan fair (pekan raya) dalam masa-masa pertama zaman pertengahan. Amsterdam dan Antwerpen tumbuh di muara sungai Rijn dan Scheldt, Koln tumbuh di tepi sungai Rijn, Danzig di tepi laut Baltik tumbuh di tepi sungai Weser.Pada akhir zaman pertengahan yaitu sekitar tahun 1500 Masehi. Pada akhir zaman pertengahan yaitu sekitar tahun 1500 Mashi, kota-kota tersebut telah memiliki pelabuhan, galangan-galangan kapal, gudang-gudang, pedagang-pedagang kaya, bank-bank, pabrik-pabrik sederhana dan menjadi pusat jual beli barang-barang dari seluruh Eropa dan bahkan mereka membantu beberapa orang raja untuk menaikkan kekuasaannya. Sebagai gantinya mereka mendapat perlakuan istimewa di lapangan perdagangan dari raja-raja tersebut.

7.3.3    Perekonomian Nasional

Pada tahap ini produksi dan pertukaran sudah mengalami kemajuan selangkah lagi dimana hampir semua kegiatan ekonomi perkotaan dan pedesaan di suatu negara sudah semakin terintegrasi.Begitu pula batas wilayah kekuasaan antara satu negara dengan negara lainnya sudah semakin jelas.Peranan pemerintah dalam ekonomi perdagangan dengan demikian menjadi semakin penting.Zaman ini di Eropa pada masa itu biasa disebut dengan merkantilisme (1500-1750 Masehi) atau zaman kapitalisme awal.Merkantilisme adalah suatu paham yang menekankan pentingnya pembentukan suatu negara nasional yang kuat melalui pemupukan kemakmuran nasional.Dalam pelaksanaannya pengembangan perekonomian nasional ini dilakukan dalam konteks internasional, dimana kebijaksanaan perdagangan internasional memperoleh perhatian yang sangat penting.

7.4 KARL MARX (1818-1883)

Teori Marx ini merupakan reaksi terhadap proses pertumbuhan ekonomi klasik berdasarkan kapitalisme yang dikemukakan sebelumnya oleh Adam Smith (1723-1790) dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh David Ricardo (1772-1823).
Penerapan teori klasik pada tahap-tahap awal pertumbuhannya di Eropa Barat, terutama di Inggris ternyata telah menimbulkan kesenjangan ekonomi yang semakin hari semakin melebar, khususnya diantara kaum kapitalis yang semakin kaya dan kaum buruh yang semakin miskin.Teori klasik yang menekankan peranan kapital beserta akumulasinya dalam pertumbuhan ekonomi mendorong para pemilik modal (kapitalis) memaksimumkan penggunaan modal melalui operasi perusahaan. Selanjutnya dalam mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu laba maksimum, para kapitalis yang sekaligus adalah manejer perusahaan ini, antara lain berusaha menekan biaya produksi yang salah satu komponen utamanya adalah upah buruh. Jadi ada pertentangan kepentingan diantara para majikan dengan buruh.Pertarungan ini berkisar pada masalah penetapan upah, dalam mana pihak kapitalis berada pada posisi yang lebih dominan. Maka proses pertumbuhan ekonomi klasik ini cenderung memperlebar jurang pendapatan diantara para majikan dengan buruh. Para pemilik modal menjadi semakin kata, karena selalu berusaha memaksimumkan laba dan menginvestasikan lagi keuntungannya, sebaliknya para buruh semakin melarat, karena selalu mendapat tekanan dari para kapitalis.Maka konflik diantara kedua kepentingan inilai yang dieksploitasi oleh Marx dalam merumuskan teorinya.
Menghadapi kenyataan ini Marx menawarkan teori alternatif, yang pokok isinya adalah membela kepentingan para pekerja dan meramalkan runtuhnya sistem kapitalis.Teori ini sering disebut teori sosialis dan dalam perkembangannya melahirkan sistem ekonomi komunis yang banyak dipraktekkan di negara-negara Eropa Timur, Uni Sovyet, RRC dan di beberapa NT dan NSB lainnya.
Teori Marxis ini bukan saja menjelaskan fenomena sejarah perekonomian sebagaimana yang dikemukakan oleh Friedrick List, Karel Bucher dan Bruno Hilde Brand misalnya, tetapi juga memberikan suatu kerangka analisis dan saran-saran untuk meruntuhkan sistem kapitalis dan mewujudkan suatu masyarakat sosialis atau masyarakat komunal modern. Karena lingkupnya yang demikian luas, yaitu ingin merubah secara mendasar tatanan tatanan ekonomi dan masyarakat yang sudah berurat berakar, maka pembahasan teori Marx secara intensif ditempatkan dalam Bab V, yang khusus mengkaji beberapa teori mengenai pembangunan ekonomi.
Kajian dalam sub bab 3.4 ini lebih ditekankan kepada penafsiran sejarah dari sudut ekonomi. Secara historis menurut Marx pertumbuhan ekonomi melalui lima tahapan berikut.[5]
(1)   Sosialis (komunal primitif)
(2)   Perbudakan
(3)   Feodal
(4)   Kapitalis
(5)   Sosialis (komunal modern)
Dari kelima tahapan tersebut Marx melihat adanya siklus dalam perkembangan masyarakat yaitu mulai dari masyarakat komunal (primitif) pada tahap pertama dan berakhir kembali pada masyarakat komunal (modern) pada tahap kelima.Dalam pada itu pada tahap kedua, ketiga dan keempat ditandai oleh adanya konflik dan perjuangan kelas diantara kelompok-kelompok yang mempunyai kepentingan yang bertentangan dalam masyarakat yang bersangkutan.

7.4.1 Masyarakat Komunal Primitif

Masyarakat komunal, dapat didefinisikan sebagai suatu tatanan masyarakat yang menekankan kepada pentingnya kebersamaan.Jadi berbeda dengan tatanan masyarakat kapitalis primitif yang lebih menonjolkan kepentingan individu.Perekonomian primitif ditandai oleh teknologi atau peralatan kerja yang sifatnya masih sangat sederhana seperti alat-alat yang berasal dari batu dan sebagainya.Tahap ini identik dengan tahap pertama (mengembara), kedua (beternak), dan ketiga (bertani) versi Friedrick List.Perbedaaannya, List melihat dari sisi perkembangan teknik produksi sementara Marx menekankan kajiannya kepada sisi pemilikan faktor produksi, yaitu pada tahap ini pemilikan faktor produksi bersifat komunal. Kegiatan perdagangan belum ada dan kalaupun ada masih bersifat barter dan sangat terbatas. Pada umumnya orang memproduksi sendiri produk yang mereka perlukan, dan oleh karena itu juga tidak ada surplus konsumsi di atas produksi atau sebaliknya.Dengan demikian dapat diduga bahwa kondisi perekonomian pada tahap ini berada dalam keadaan stabil dengan distribusi pendapatan relatif merata.
Tetapi lama-kelamaan karena kemajuan teknik produksi, terjadilah perubahan sosial dan pembagian kerja yang semakin jelas, tegas dan tajam dalam produksi.Pertukaran barang-barang secara berangsur-angsur terus berkembang dan saling mendorong dengan kemajuan teknik produksi.Semuanya ini mendorong terjadinya disparitas (kepincangan) dalam distribusi pendapatan diantara anggota masyarakat yang sekaligus secara berangsur-angsur juga mengurangi rasa kebersamaan. Dengan kata lain pola kehidupan komunal secara berangsur-angsur berakhir. Sebaliknya bibit individualisme mulai bersemi.

7.4.2 Masyarakat Perbudakan

Suatu fenomena penting dalam perkembangan teknik produksi ini adalah terbelahnya produsen ke dalam dua kelompok yang satu sama lain disamping saling membutuhkan, tetapi dalam prakteknya juga sering mempunyai kepentingan yang saling bertentangan. Kelompok pertama adalah pemilik alat-alat produksi dan sekaligus merupakan pihak yang mempekerjakan (majikan).Kelompok kedua adalah pekerja (budak) yang hanya menyediakan tenaganya.Dalam prakteknya pada masa itu majikan mempunyai kedudukan yang lebih dominan daripada budak dan mempunyai tendensi untuk menguasai budak tersebut secara tidak manusiawi untuk kepentingan dirinya sendiri.Sebaliknya, para budak mempunyai posisi yang sangat lemah sehingga sangat tergantung kepada majikan.Pendek kata para budak kurang dihargai. Keadaan ini sebenarnya dilatarbelakngi oleh kenyataan bahwa para budak pada umumnya adalah orang yang tidak puya (the havenot), kecuali tenaganya sebaliknya para majikan adalah orang haya (the have). Disamping itu banyak juga budak yang berasal dari tawanan perang, biasanya berasal dari pihak yang kalah.Dalam kebanyakan masyarakat memang ada kecenderungan untuk kurang menghargai orang yang miskin dan orang yang kalah.
Dengan pola hubungan produksi yang semacam itu, menurut Marx, majikan dapat memperoleh keuntungan yang semakin besar, karena para budak hanya diberi upah sekedar untuk bisa bekerja dan tidak mati.Tatanan masyarkat yang semacam inilah yang disebut masyarakat perbudakan. Perubahan masyarakat ke arah yang semacam ini menandai dimulainya kecenderungan untuk memberi keuntungan bagi diri sendiri (individual) melalui pengorbanan pihak lain, dan rasa kebersamaan yang melandasi masyarakat komunal semakin berkurang.
Dalam pada itu pembagian kerja dan tingkat spesialisasi yang semakin jauh di berbagai sektor produksi, dengan sendirinya mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan para budak atau pekerja serta mendorong mereka untuk memperbaiki alat-alat produksi. Semuanya ini meningkatkan produktivitas kerja para budak serta kontribusinya dalam proses produksi. Sementara para tuan tanah tidak berminat memperbaiki alat-alat produksi terutama karena murahnya tingkat upah atau harga tenaga budak. Hal ini lama-kelamaan menyadarkan para budak akan kedudukannya dan merasa tidak puas dengan apa yang diperolehnya dari hubungan produksi yang timpang ini. Maka dari itu permusuhan diantara kedua kelompok masyarakat ini mulai tampak.

7.4.3 Masyarakat Feodal

Kritik-kritik berbagai kalangan terhadap praktek perbudakan, akhirnya meluluhlantakkan sistem tersebut. Perang saudara di Amerika Serikat adalah perang antara pihak yang menginginkan dihapuskannya perbudakan (terdiri dari negara-negara bagian yang terletak di belahan utara) dengan pihak yang ingin mempertahankan sistem tersebut (terdiri dari negara-negara bagian yang terletak di belahan selatan negeri itu). Perang ini akhirnya dimenangkan oleh pihak utara yang berimplikasi kepada dihapuskannya di Amerika Serikat. Begitu pula kebanyakan agama, misalnya Islam sangat menentang praktek-praktek perbudakan yang tidak manusiawi.
Menyusul berakhirnya sistem perbudakan muncullah suatu bentuk masyarakat baru, yaitu masyarakat feodal, dimana kaum bangsawan menguasai alat-alat produksi utama pada waktu itu, yaitu tanah. Masyarakat feodal ini, oleh karena itu terdapat dalam suatu perekonomian yang agraris, dimana distribusi pemilikan lahan (tanah) sangat timpang. Sehingga sebagian besar petani tidak memiliki tanah atau hanya memiliki tanah yang luasnya sangat terbatas sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Oleh karena itu kebanyakan mereka bekerja pada tanah milik orang lain (pada umumnya tuan tanah yang memiliki tanah yang luas) sebagai buruh tani atau sebagai penyewa. Para petani atau buruh tani tersebut kebanyakan terdiri dari para budak yang dibebaskan. Mereka mengerjakan tanah untuk kaum feodal dan setelah itu baru tanah miliknya sendiri dapat dikerjakan. Seperti halnya dalam masyarakat perbudakan, kepentingannya satu sama lain saling bertentangan. Kedua kelas itu adalah: (1) kelas feodal yang terdiri dari tuan-tuan tanah yang lebih berkuasa dalam hubungan produksi dan sosial itu dan, (2) kelas petani yang bertugas melayani mereka. Dalam hal ini, menurut Marx, kaum feodal hanya memikirkan keuntungan saja, sehingga kehidupan selalu tertekan.
Meskipun demikian, dibandingkan dengan hubungan produksi pada sistem perbudakan hubungan produksi semacam itu ternyata mendorong adanya perbaikan alat-alat produksi dan kemajuan teknologi terutama di sektor pertanian. Akibatnya terjadi peningkatan produktivitas dan jumlah produksi yang sangat berarti sehingga mendorong perkembangan sektor pertukaran. Pedagang-pedagang baru banyak muncul dan didukung oleh raja-raja yang kemudian membutuhkan pasar yang lebih luas karena produksi selalu bertambah. Kaum pedagang mulai menggeser kedudukan kaum bangsawan yang hanya menerima hasil begitu saja dari hasil keringat para petani.
Dalam perkembangan selanjutnya para pedagang ini disamping berdagang lama-kelamaan menginvestasikan sebagian dari keuntunganya dalam usaha processing (pabrik) sehingga lama-kelamaan terbentuklah apa yang disebut dengan alat produksi kapitalis. Dengan demikian terbentuklah suatu kelas baru dalam masyarakat yaitu kelas borjuis yang kapitalistik. Kaum borjuis ini menghendaki dihapuskannya sistem feodal yang didominasi oleh kaum bangsawan. Kelas borjuis yang memiliki alat-alat produksi menghendaki pasar buruh yang bebas dan hapusnya tarif dan lain-lain rintangan dalam perdagangan yang diciptakan oleh kaum feodal.
Demikian kerasnya pertentangan antara kaum borjuis dan feodal ini, maka di Eropa pada akhir abad ke delapan belas meletuslah Revolusi Perancis yang dimenangkan oleh kaum borjuis sehingga revolusi Perancis tersebut disebut juga revolusi borjuis. Peristiwa ini mempercepat terwujudnya masyarakat kapitalis.

7.4.4 Masyarakat Kapitalis

Lahirnya masyarakat kapitalis diilhami oleh gagasan Adam Smith yang menggarisbawahi pentingnya peranan kapital dan akumulasi kapital dalam pertumbuhan ekonomi lewat peningkatan produktivitas per pekerja. Peningkatan produktivitas per pekerja terjadi karena tambahan kapital membuka peluang untuk mempertajam tingkat spesialisasi dan pembagian kerja (specialization division of labor). Disamping itu faktor lain yang ikut menunjang proses pertumbuhan ekonomi menurut Adam Smith adalah:  (a) Pasar yang semakin luas, dan (b) Laba usaha.
Kedua faktor tersebut saling berkaitan. Meluasnya pasar membuka kemungkinan untuk inovasi lebih lanjut, dus menciptakan pembagian kerja yang lebih tajam dan menambah peluang untuk memacu pertumbuhan laba dan akumulasi kapital. Syarat utama yang harus dipenuhi untuk memaksimumkan luas pasar menurut Adam Smith adalah memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada anggota masyarakat dalam mengelola kegiatan ekonominya.
Dalam kenyataannya lahirnya masyarakat kapitalis ini berbarengan dengan terjadinya perubahan struktur ekonomi dari agraris ke industri di Inggris pada akhir abad ke XVIII. Revolusi industri tersebut didukung oleh kemajuan teknologi produksi yang spektakuler yang berimplikasi kepada peningkatan skala produksi dan perluasan pasar. Semuanya ini memerlukan kapital dalam jumlah yang besar, sehingga mendorong terjadinya proses akumulasi kapital yang intensif sehingga masyarakat menjadi kapitalistik.
Dampak dari perkembangan yang semacam itu adalah bahwa masyarakat kembali terbagi dua tetapi dengan corak yang berbeda dari periode sebelumnya. Kedua kelompok itu adalah: a) kelas kapitalis, dan b) kelas buruh. Dalam hubungan ini para kapitalis mempekerjakan kaum buruh, yang dalam hal ini mempunyai posisi yang relatif lemah terutama karena tidak memiliki alat produksi. Dalam konstelasi yang semacam itu kaum kapitalis memanfaatkan kelemahan kaum buruh ini yaitu dengan memberikan tingkat upah yang rendah untuk memaksimumkan labanya dan mempercepat laju akumulasi kapital. Sementara itu kaum buruh menjadi semakin melarat. Pertentangan kepentingan ini makin lama makin besar dan akhirnya timbul pertarungan diantara keduanya yang oleh Marx disebut perjuangan kelas.
Sementara itu sistem kapitalis yang mementingkan adanya kebebasan dalam berusaha melahirkan suasana persaingan yang tajam terutama diantara para kapitalis itu sendiri, baik dalam memasarkan output maupun dalam membeli input untuk memaksimumkan profitnya. Dalam persaingan ini nantinya akan semakin banyak kapitalis tersisih, sementara yang menang jumlahnya akan semakin sedikit tetapi kekayaannya akan semakin besar. Prosesi ini melahirkan kesenjangan yang sangat besar dalam masyarakat dimana jumlah orang yang kaya semakin sedikit dengan tingkat kekayaan yang semakin besar dan jumlah orang miskin menjadi semakin banyak. Tatanan ekonomi masyarakat menyerupai piramid dengan lapisan masyarakat yang berpendapatan rendah berada pada bagian bawahnya dan yang paling kaya yang jumlahnya sangat sedikit bertengger di puncak piramid. Pertarungan ini oleh karena itu, seperti digambarkan oleh Marx pada akhirnya akan dimenangkan oleh kaum buruh yang kemudian membentuk masyarakat sosialis atau masyarakat komunal modern.

7.4.5 Masyarakat Sosialis Modern

Seperti halnya dalam masyarakat komunal primitif, dalam masyarakat komunal modern faktor-faktor produksi adalah milik bersama (social ownership). Namun berbeda dengan masyarakat komunal primitif, dalam masyarakat komunal modern alat-alat produksi atau teklogi sudah jauh lebih maju. Dalam sistem ini semua manusia mempunyai peluang yang sama untuk maju pada semua bidang kehidupan dan terutama dalam bidang ekonomi.

7.5 COLLIN CLARK

Collin Clark, seorang ahli ekonomi Inggris modern (1957) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat melalui tiga tahap berikut:
(1)   Masyarakat tradisional, dimana sektor pertanian merupakan tempat bekerja dan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat.[6]
(2)   Pada tahap kedua sektor industri sudah semakin berkembang sehingga menjadi lebih dominan daripada sektor pertanian.
(3)   Pada tahap ketiga, yaitu ketika masyarakat sudah berkembang lebih jauh, maka laju pertumbuhan sektor jasa (tertiary) adalah yang paling tinggi.
Sebagai ilustrasi dapat digunakan data dalam Tabel 6.1 berikut. Sebagian besar GDP negara-negara berpendapatan rendah (NBR) berasal dari sektor pertanian. Selanjutnya dengan semakin majunya perekonomian negara bersangkutan, maka  kontribusi sektor pertanian semakin berkurang, dan sebaliknya kontribusi sektor industri dan jasa semakin meningkat.
Pada Tabel 7.1 terlihat bahwa sebagian besar (di atas 40 %) GDP NBR berasal dari sektor pertanian. Keadaan ini mencerminkan dominasi sektor pertanian dalam perekonomian negara yang bersangkutan seperti yang digambarkan oleh Collin Clark untuk perekonomian yang berada pada tahap awal perkembangannya. Pada tahun 1965 kontribusi sektor pertanian terhadap GDP di Indonesia, misalnya adalah 56 % yang berarti lebih kecil dari empat kali lipat kontribusi sektor industri yang hanya 13 %. Kontribusi sektor jasa adalah 31 persen yang dengan demikian merupakan kontributor kedua terbesar sesudah sektor pertanian dengan kontribusi sekitar dua setengah kali sektor industri. Dengan laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,3 % per tahun selama periode 1965-1988, kontribusi sektor pertanian merosot tajam menjadi 24 % pada tahun 1965. Pada saat yang sama kontribusi sektor industri meningkat tajam hingga mencapai menjadi 36 % pada tahun 1988, yang berarti meningkat lebih dari tiga kali lipat dari kontribusinya pada tahun 1965. Sementara itu kontribusi sektor jasa juga meningkat tetapi tidak secepat laju pertumbuhan kontribusi sektor industri.
Tabel 7.1
Distribusi GDP di Beberapa Negara Menurut Sektor
1965-1988


Negara
GNP Per Kapita
Distribusi GDP (persen)
US dollar
1988
Pertumbuhan rata-rata
1965-1988
(persen)
Pertanian
Industri
Jasa
1965
1988
1965
1988
1965
1988
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Negara-negara berpendapatan rendah








1. Bangladesh
170
0,4
53
46
11
14
36
40
2. Nigeria
290
0,9
54
34
13
36
33
29
3. Cina
330
5,4
44
32
39
46
17
21
4. India
340
1,8
44
32
22
30
34
38
5. Indonesia
440
4,3
56
24
13
36
31
40
Negara-negara berpendapatan menengah








6. Mesir
660
3,6
29
21
27
25
45
54
7. Thailand
1000
4,0
32
17
23
35
45
48
8. Brazil
2160
3,6
18
9
19
18
63
73
9. Afrika Selatan
2290
0,8
10
6
42
45
48
49
10. Korea Selatan
3600
6,8
38
11
25
43
37
46
Negara berpendapatan tinggi








11. Inggris
12810
1,8
3
2
46
42
51
56
12. Perancis
16090
2,5
8
4
38
37
54
59
13. Jerman Barat
18480
2,5
4
2
53
51
43
47
14. USA
19840
1,8
3
2
38
33
59
65
15. Jepang
21020
4,3
9
9
43
41
48
57
Sumber: World Development Report, 1990.
            Di negara-negara berpendapatan menengah (NBM) pada tahun 1965 kontribusi sektor pertanian jauh lebih kecil daripada di NBR meskipun masih lebih tinggi daripada kontribusi sektor industri. Meskipun demikian sektor jasa sudah mulai mendominasi perekonomian yaitu dengan kontribusi antara 37 s/d 63 % dari GDP. Hanya di Korea Selatan kontribusi sektor pertanian (38 %) lebih tinggi daripada sektor jasa (37 %). Baru pada tahun 1988 kontribusi sektor industri melampaui sektor pertanian, meskipun masih jauh berada di bawah sektor jasa. Dengan demikian kondisi di NBM pada tahun 1988 ini sedikit banyaknya sudah memenuhi kategori tahap kedua perkembangan ekonomi seperti yang digambarkan oleh Collin Clark, bahwa sektor industri sudah semakin berkembang sehingga menjadi lebih dominan daripada sektor pertanian.
Selanjutnya di negara-negara berpendapatan tinggi (NBT) peranan sektor pertanian sudah kecil sekali, yaitu di bawah 10 % pada tahun 1965 turun menjadi di bawah 5 % pada tahun 1988. sektor jasa berkembang menjadi kontributor terbesar, kecuali di Jerman Barat, dimana sektor industrilah yang dominan. Di Jerman Barat pada tahun 1965 kontribusi sektor industri adalah 53 persen sementara sektor jasa hanyalah 47 %. Pada tahun 1988 kontribusi sektor industri di negara ini turun menjadi 51 %, yang dengan demikian sekaligus berarti perkembangan sektor jasa lebih tinggi daripada laju pertumbuhan sektor industri. Kenyataan di Jerman Barat ini merupakan indikasi dari negara-negara yang sudah berada pada tahap ketiga (terakhir) dari tiga tahap pertumbuhan ekonomi suatu negara yang digambarkan oleh Collin Clark.Namun untuk lebih meyakinkan perhatikan Tabel 7.2.

Pada periode 1965-1980 di dua NBR yaitu Cina dan India ternyata laju pertumbuhan sektor jasa adalah yang paling tinggi.Dengan demikian berarti kedua negara ini sudah berada pada tahap ketiga menurut versi Collin Clark. Beberapa hal yang dapat dikemukakan sebagai argumen bahwa pandangan Clark ini benar antara lain adalah bahwa kedua negara ini meskipun termasuk ke dalam kelompok NBR, namun industri dan teknologinya telah berkembang pesat. Sebagai bukti kedua negara ini telah berhasil membuat senjata nuklir dan mengembangkan roket ruang angkasa, dua indikasi penting kemajuan teknologi suatu negara.Pendapatan perkapita yang rendah barangkali lebih banyak disebabkan oleh jumlah penduduk yang besar dengan tingkat kepadatan yang tinggi serta masalah-masalah sosial lainnya. Sementara di Mesir, suatu negara yang termasuk kelompok NBM juga laju pertumbuhan sektor jasa adalah yang paling tinggi (9,4 %) dan bahkan jauh lebih tinggi daripada laju pertumbuhan sektor industri (6,9 %) dan sektor pertanian (2,7 %).
Di NBM ternyata pada umumnya laju pertumbuhan sektor jasa memang adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua sektor ekonomi lainnya.Tingginya laju pertumbuhan sektor jasa di Jepang, meskipun pendapatan perkapita Jepang adalah yang paling tinggi diantara negara yang diteliti ini, diperkirakan bersumber dari karakteristik budaya Jepang, khususnya budaya kerja.Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang gila kerja (workholic), sehingga angka pengagguran di Jepang, baik yang terbuka maupun yang tertutup (underemployment) adalah relatif rendah.

Tabel 7.2
Laju Pertumbuhan Tahunan Rata-rata GDP
Beberapa Negara 1965-1988
Negara
Laju Pertumbuhan Rata-rata (persen)
Pertanian
Industri
Jasa
1965-80
1980-88
1965-80
1980-88
1965-80
1980-88
Negara-negara berpendapatan rendah






1. Bangladesh
1,5
2,1
3,8
4,9
3,4
5,2
2. Nigeria
1,7
1,0
13,1
-3,2
7,6
-0,4
3. Cina
2,8
6,8
10,1
12,4
10,3
11,3
4. India
2,5
2,3
4,2
7,6
4,4
6,1
5. Indonesia
4,3
3,1
11,9
5,1
7,3
6,4
Negara-negara berpendapatan menengah






6. Mesir
2,7
2,6
6,9
5,1
9,4
7,3
7. Thailand
4,6
3,7
9,5
6,6
7,6
6,8
8. Brazil
3,8
3,5
10,1
2,6
9,5
3,1
9. Afrika Selatan
-
1,7
-
0,2
-
2,6
10. Korea Selatan
3,0
3,7
16,4
0,2
9,6
1,3
Negara berpendapatan tinggi






11. Inggris
-1,6d
3,4
-0,5d
1,9
2,2d
2,5
12. Perancis
1,0
2,3
4,3
0,1
4,6
2,4
13. Jerman Barat
1,4
1,9
2,8
0,4
3,7
2,1
14. USA
1,0
3,2
1,7
2,9
3,4
3,3
15. Jepang
0,8
0,8
8,5
4,9
5,2
3,1
Sumber: World Development Report, 1990
                  Note: d adalah data periode 1973-1980
Seperti diketahui sektor industri adalah sektor yang paling dapat memanfaatkan tenaga kerja secara maksimal, khususnya bila dibandingkan dengan sektor pertanian dan jasa.Sektor pertanian karena sifat produksinya sering menyebabkan terjadinya pengangguran tak kentara, misalnya time-lage antara musim tanam dan musim panen.Hal yang serupa sering pula dijumpai di sektor jasa seperti dalam bidang transportasi, perbankan, perdagangan dan lain-lainnya dimana sering pemanfaatan tenaga kerja tidak maksimal. Perbedaanya, bila pengangguran di sektor pertanian lebih banyak bersumber dari kekakuan faktor-faktor produksi (technological), di sektor jasa lebih banyak bersumber dari rendahnya permintaan agregatif  (low aggregate demand).
Pada periode 1980-88 di dua NBR yaitu Bangladesh dan Indonesia, ternyata laju pertumbuhan sektor jasa adalah yang paling tinggi dan berada di atas rata-rata laju pertumbuhan GDP. Bila digunakan kriteria Collin Clark, maka berarti kedua negara ini sudah berada pada jajaran negara maju, sesuatu yang tentu saja tidak sesuai dengan kenyataan yang datanya diliput oleh Bank Dunia ini.Oleh karena itu disini teori Clark ini perlu dipertanyakan lebih lanjut. Apakah hal ini merupakan suatu kebetulan, karena kita hanya memperhatikan data time series dalam rentangan waktu yang relatif pendek (1980-1988) dan hanya meliputi lima NBR. Atau mungkin karena ada faktor-faktor khusus.Untuk menjawabnya diperlukan penelitian lebih lanjut dan intensif.
Selanjutnya di NBM dan NBT masing-masing dijumpai tiga dari lima negara yang laju pertumbuhan sektor jasanya adalah yang paling tinggi diantara ketiga sektor tersebut. Di dua negara lainnya meskipun laju pertumbuhan sektor jasa bukanlah yang tertinggi tetapi bukan pula yang terendah.Di dua NM, yaitu Inggris dan Jepang laju pertumbuhan yang sektor jasa bukanlah yang paling tinggi. Di Inggris, justru laju pertumbuhan sektor pertanian adalah yang paling tigngi, sementara di Jepang laju pertumbuhan sektor industri (4,9 % per tahun) jauh lebih tinggi daripada laju pertumbuhan sektor jasa (3,1 %  per tahun).

7.6 W.W ROSTOW

Teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi Rostow dapat dikatakan sebagai reaksi terhadap teori komunis Marx. Hal ini terlihat dari karya utama Rostow yang berjudul: The Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto.[7]Seperti analisis Marx, model pertumbuhan ini ternyata jauh lebih berpengaruh kepada para politisi daripada kepada para teoritisi ekonomi atau sejarawan profesional.
Rostow yang beradal dari TexasUniversity mengajukan lima tahap pertumbuhan ekonomi, yaitu:
(1)   Masyarakat Tradisional
(2)   Prakondisi untuk Take-off
(3)   Periode Take-off
(4)   Dorongan menuju kematangan (Drive to Maturity)
(5)   Konsumsi tinggi dan besar-besaran (High-mass consumption)
Dari kelima tahap tersebut, Take off (lepas landas) merupakan tahap kunci yang didorong oleh satu atau lebih leading growth sector.[8]

7.6.1    Masyarakat Tradisional

Tahap ini adalah tahap paling awal dari pertumbuhan ekonomi, yang menurut  Rostow mempunyai karakteristik sebagai berikut:
(a)    Kebiasaan-kebiasaan lama menentukan organisasi dan metoda produksi.
(b)   Dampak sains teknologi terhadap kegiatan ekonomi relatif kecil.
(c)    Masyarakat merasa tidak memerlukan perubahan.
Ketiga karakteristik utama ini satu sama lain saling berkaitan sehingga yang satu sering merupakan akibat bagi yang lain.

      Organisasi dan Metode Produksi
Pada tahap ini organisasi dan metoda produksi banyak ditentukan oleh kebiasaan lama, misalnya cara hidup yang sangat dipengaruhi oleh pikiran-pikiran yang tidak rasional dan hanya didasarkan kepada kebiasaan-kebiasaan sebelumnya.
Sebagai contoh dapat dikemukakan pandangan bahwa banyak anak, banyak rezeki.[9]Pandangan hidup ini menyebabkan suatu rumah tangga tidak perlu merasa khawatir untuk beranak banyak, sehingga jumlah anak yang mereka miliki relatif banyak dan melampaui kemampuan mereka untuk memelihara dan mendidiknya.Akibatnya tingkat kesehatan (baik tingkat kesehatan anak maupun tingkat kesehatan anak) dan pendidikan masyarakat tradisional ini relatif rendah yang selanjutnya menghasilkan tenaga kerja yang berproduktivitas rendah pula.Disamping rendahnya produktivitas jumlah anak yang banyak ini juga memperbesar rasio ketergantungan (dependency ratio).Rendahnya tingkat produktivitas serta tingginya rasio ketergantungan ini menyebabkan rendahnya pendapatan.Kemudian jumlah anak yang banyak ini menyerap sebagian besar pendapatan yang rendah tersebut terutama untuk memenuhi barang-barang kebutuhan pokok yang bersifat konsumtif. Bahkan itupun sering tidak mencukupi (dissaving) sehingga peluang untuk investasi menjadi sangat terbatas, kalau tidak dapat dikatakan tidak ada sama sekali. Pola hidup yang semacam inilah yang sering menyebabkan masyarakat tradisional ini terjebak di dalam lingkaran setan kemiskinan (Visicious Circle).[10]
Rasionalitas merupakan salah satu prinsip dari ilmu ekonomi,  oleh karena itu masyarakat yang tidak rasional memang sukar untuk berpikir ekonomis, yaitu berpikir efisien dan mengarah kepada kemajuan (pertumbuhan ekonomi). Mereka cenderung hidup boros, tidak efisien serta tidak mempunyai tradisi menabung yang kuat. Kultur yang semacam ini dapat menjelaskan kenapa pada masyarakat tradisional banyak dijumpai proyek-proyek yang tidak produktif seperti: pembangunan candi-candi atau monumen-monumen, pesta penguburan jenazah, pesta perkawinan, atau untuk perang dan sebagainya.
Di Indonesia juga banyak terdapat candi-candi yang terpenting diantaranya adalah candi candi Borobudur dan Prambanan yang dibangun sekitar abad ke IX. Dapat dibayangkan bahwa pembangunan candi-candi tersebut memerlukan biaya yang sangat besar terutama dalam bentuk pengorbanan tenaga manusia dengan teknologi yang ada pada masa itu. Jelas proyek ini tidak ekonomis, meskipun dari segi sosial budaya proyek tersebut mempunyai nilai yang sangat tinggi. Pada tahun 1980-an atau seribu tahun kemudian, candi tersebut direnovasi dan daerah di sekitarnya dikembangkan menjadi kawasan wisata yang salah satu sasarannya adalah untuk menjaring devisa dan mengembangkan perekonomian di sekitar kawasan tersebut.
Di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru (sejak tahun 1966) kebiasaan-kebiasaan yang kurang produktif ini juga banyak dijumpai terutama di daerah pedesaan.[11] Misalnya, masih banyak dijumpai penggunaan dana inpres desa yang tidak produktif dan lebih bersifat monumental, seperti untuk membangun batas desa atau tugu-tugu peringatan.[12] Praktek-praktek semacam ini pernah dikritik tajam oleh Menteri Dalam Negeri Rudini pada tahun 1990.
Sains dan Teknologi
Sikap rasional berkorelasi positif dengan kemajuan sains dan teknologi. Semakin rasional masyarakat semakin cepat kemajuan sains dan teknologi di dalam masyarakat tersebut, sebaliknya semakin tidak rasional masyarakat, semakin sulit sains dan teknologi berkembang di dalam masyarakat tersebut. Jadi rasionalitas merupakan tanah tempat tumbuh tanaman sains dan teknologi. Masyarakat yang memiliki sifat-sifat yang rasional merupakan ladang yang subur bagi tanaman sains dan teknologi.
Kalaupun masyarakat tradisional ini tidak dapat mengembangkan sains dan teknologinya sendiri, maka sebenarnya mereka dapat mengimpornya dari negara-negara lain yang lebih maju. Akan tetapi, hal ini sulit dilakukan karena pendapatan mereka yang sangat rendah, sehingga mereka tetap saja bodoh dan teknologi mereka tetap saja terbelakang. Oleh karena itu dampak sains dan teknologi terhadap kegiatan ekonomi relatif kecil sehingga produktivitas sulit ditingkatkan.
Rendahnya tingkat penguasaan sains dan teknologi juga menyebabkan struktur perekonomian tetap agraris, karena sektor pertanian tradisional ini belum menuntut teknologi yang begitu tinggi. Sekitar 75 persen dari penduduk yang bekerja melakukan pekerjaan di sektor pertanian dengan sebagian besar pendapatan mereka berasal dari sektor ini.
Masyarakat Merasa Tidak Memerlukan Perubahan
Masyarakat tradisional adalah suatu masyarakat yang statis, karena mereka merasa tidak memerlukan perubahan.Sehubungan dengan itu masyarakat ini ditandai pula oleh relatif lambannya mobilitas sosial, dalam arti kedudukan seseorang dalam masyarakat tidak banyak berbeda dengan kedudukan orang tuanya. Jadi, misalnya bagi anak seorang buruh tani kecil sekali kemungkinannya untuk menjadi tuan tanah.
Struktur masyarakat tradisional cenderung bersifat hierarkis (bertingkat), dimana hubungan darah dan keluarga memainkan peranan yang menentukan.Kekuasaan politik terpusat di daerah, ditangan bangsawan pemilik tanah yang didukung oleh sekelompok serdadu dan pegawai negeri. Bahkan di negara dengan sistem pemerintahan sentralisasipun di daerah-daerah juga terdapat pusat kekuasaan politik sehingga para tuan tanah di daerah, misalnya, dapat mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah pusat.

7.6.2    Prakondisi untuk Take-off

Tahap kedua adalah tahap transisi dari tradisional ke take-off.  Pada tahap ini prasyarat-prasyarat untuk take-off dibangun atau atau tercipta. Di negara-negara Eropa Barat prasyarat-prasyarat ini diciptakan secara perlahan-lahan, yaitu sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI, yaitu pada waktu abad pertengahan berakhir dan abad modern dimulai.
Dari segi prasyarat yang harus dipenuhi untuk masuk ke tahap ini Rostow membedakan dua kategori negara berdasarkan sistem masyarakatnya:
a.       Negara yang harus merombak sistem masyarakatnya yang tradisional. Tipe ini dialami oleh kebanyakan negara-negara Asia, Timur Tengah dan Afrika
b.      Negara-negara yang tidak perlu merombak sistem masyarakatnya, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Negara-negara ini tidak perlu merombak sistem masyarakatnya, karena sebagian besar penduduk negara-negara ini berasal dari Eropa Barat yang sudah lebih dulu berkembang, dan oleh karena itu sudah memiliki sifat-sifat yang diperlukan untuk berada pada tahap “Prakondisi untuk Take off”. Perhatikan bahwa negara-negara ini adalah bekas jajahan Inggris dan hingga kini menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya.
Adapun karakteristik masyarakat atau negara yang berada pada tahap ini antara lain adalah sebagai berikut:
(a)    Sikap mental tradisional masyarakat secara perlahan-lahan mulai berkurang
(b)   Saving dan investasi meningkat secara teratur dan mendasar serta melampaui laju pertumbuhan penduduk
(c)    Introduksi teknologi maju
(d)   Munculnya pahma nasional sebagai reaksi terhadap internvensi dan dominasi asing
Keempat karakteristik ini satu sama lain saling berkaitan, namun untuk lebih jelaskannya akan dibahas satu persatu.
            Berkurangnya Sikap Mental Tradisional
Pada tahap ini sikap mental tradisional secara perlahan-lahan mulai berkurang. Proses ini biasanya diawlai dengan munculnya kelompok elit baru yang mempunyai gagasan bahwa modernisasi ekonomi adalah sesuatu yang mungkin dan bahkan sangat didambakan. Kemajuan ekonomi merupakan syarat penting untuk mencapai tujuan lain yang dianggap terbaik, misalnya kebanggaan nasional, keuntungan pribadi, kesejahteraan umum, atau kehidupan yang lebih baik bagi anak cucu. Kelompok elit baru ini mau bekerja keras, meningkatkan tabungan dan mengambil resiko dalam mengejar keuntungan modernisasi.
Sebagian anggota masyarakat sudah mulai berpikir rasional menyusul semakin meluasnya pendidikan, sekurang-kurangnya bagi beberapa orang tertentu. Perkembangan sektor pendidikan ini adalah untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam kehidupan modern.
Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan contoh Indonesia. Pada tahun 1921 untuk pertama kalinya di Bandung didirikan sebuah perguruan tinggi teknik oleh pemerintah Belanda, yaitu Technische Highschool, yang salah satu tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan terhadap tenaga insinyur teknik yang semakin meningkat pada waktu itu Ir. Soekarno yang kemudian menjadi proklamator kemerdekaan dan presiden pertama Republik Indonesia adalah salah seorang alumni perguruan tinggi tersebut. Perguruan tinggi tersebut terus berkembang dan kemudian menjadi ITB, salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Setelah itu sampai menjelang kemerdekaan beberapa pendidikan tinggi lainnya berdiri pula di beberapa kota besar lainnya di Indonesia seperti kedokteran, hukum dan sastra di Jakarta, pertanian di Bogor, kedokteran hewan di Surabaya dan fakultasekonomi di Ujung Pandang. Sdangkan pendidikan pada tingkat yang lebih rendah seperti SLTA, SLTP dan SD sudah berkembang lebih dulu maupun oleh pribumi Indonesia dan bahkan oleh golongan etnis Cina. Sementara itu beberapa putra terbaik Indonesia juga banyak yang menuntutkan ilmu ke luar negeri atau ke negara-negara yang lebih maju terutama Belanda. Dalam perjalanan sejarha selanjutnya alumni-alumni perguruan tinggi ini, baik lulusan domestik maupun lulusan luar negeri merupakan para founding father bagi republik Indonesia. Bahkan sebagian besar dari founding father tersebut adalah para lulusan perguruan tinggi (sarjana). Lebih jauh lagi, sepanjang sejarahnya, mayoritas anggota kabinet dalam pemerintah Indonesia adalah sarjana.
Lahirnya sektor pendidikan modern di Indonesia ini tidak terlepas dari kontak yang terjadi dengan dunia luar, khususnya dengan negeri Belanda yang telah menjajah Indonesia selama ratusan tahun. Indikasi ini diperkuat pula oleh kenyataan bahwa perguruan-perguruan tinggi tersebut didirikan di kota-kota besar yang merupakan pula konsentrasi-konsentrasi kekuasaan Belanda di Indonesia pada masa itu.
            Peningkatan Saving dan Investasi
Pada periode ini bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan bermunculan seiring dengan meningkatnya saving dan investasi secara teratur dan mendasar hingga melampaui laju pertumbuhan penduduk.
Pertumbuhan sektor perbankan/ lembaga keuangan, saving, investasi dan pendapatan masyarakat saling menunjang. Perkembangan sektor perbankan/ lembaga keuangan, memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk menabung dan memperoleh dana yang diperlukan untuk invetasi sehingga memacu peningkatan saving, investasi dan pendapatan masyarakat. Perkembangan saving, investasi dan pendapatan masyarakat sebaiknya memperluas permintaan terhadap jasa-jasa perbankan/ keuangan. Begitu pula peningkatan pendapatan masyarakat membuka peluang untuk meningkatkan saving, investasi dan lembaga-lembaga keuangan/ perbankan. Interaksi keempat komponen ini secara bersama-sama memungkinkan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
Sebagai ilustrasi perhatikan kasus Indonesia berikut. Bank pertama di Indonesia (pada waktu itu Nederland Indie) didirikan pada tahun 1827[13], yaitu De Javasche Bank N.V. Pada tahun 1951 pemerintah Indonesia mengambil alih bank ini, dan dikembangkan menjadi Bank Indonesia (BI) yang hingga kini menjadi bank sentral di Indonesia. Sejak tahun 1827 tersebut jumlah bank di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi pada masa itu hingga menjelang Perang Dunia II tidak kurang dari 20 buah. Bank-bank tersebut kebanyakan milik bangsa asing, seperti Belanda, Inggris dan bahkan Cina. Bank-bank milik pribumi diantaranya adalah Bank Nasional Abuan Saudagar, yang didirikan pada tahun 1932 di Bukittinggi, N.V Bank Boemi di Jakarta dan Bank Nasional Indonesia di Surabaya.
Rostow menyarankan supaya investasi pemerintah diarahkan kepada perluasan Social overhead capital (prasarana produksi) terutama untuk membangun jaringan transportasi. Pengembangan jaringan transportasi ini sangat besar peranannya dalam memperluas pasar, menggarap sumber daya alam secara lebih produktif, dan untuk memungkinkan negara memerintah secara lebih efektif. Kebijaksanaan ini juga membantu terwujudnya stabilitas politik dan integrasi nasional, yang merupakan prasyarat pula bagi pertumbuhan ekonomi selanjutnya.
Seperti diketahui sebagian besar NT memiliki keunggulan komparatif dalam sumber daya alam sehingga potensi ekspor mereka terletak pada produk-produk primer yang meliputi berbagai rupa bahan tambang, kehutanan dan produk-produk pertanian lainnya. Untuk mengelola sebagian besar dari potensi sumber daya alam ini biasanya diperlukan modal yang relatif besar dengan teknologi yang relatif tinggi, yang keduanya biasanya tidak dapat dipenuhi oleh sebagian besar NT. Oleh karena itu eksploitasi sumber daya alam ini biasanya dilakukan melalui kerjasama dengan negara lain yang lebih maju. Dengan kata lain NT tersebut mengundang masuknya modal asing baik berupa PMA swasta murni maupun melalui proyek patungan dengan modal pribumi baik swasta maupun pemerintah. Hasil produknya biasanya juga sebagian besar diekspor. Disamping itu adalagi pola kerjasama production sharing atau bagi hasil, dimana pemerintah NT menerima sebagian dari hasil produksi yang dihasilkan oleh Perusahaan Asing tersebut sebagai kompensasi atas izin yang diberikannya. Dapat pula dicatat bahwa investor asing tersebut biasanya berupa perusahaan besar yang lebih dikenal dengan sebutan Multi Nasional Corporation (MNC) atau Trans NationalCorporation (TNC).
Oleh karena menggunakan teknologi dan tenaga profesional berkualitas tinggi dari negara maju ini, maka pengelolaan sumber daya alam ini biasanya efisien dan efektif. Maka efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan sumber daya alam ini diharapkan dapat meningkatkan ekspor dan penerimaan devisa yang kemudian dapat digunakan lagi untuk memperluas impor termasuk impor barang modal. Dengan demikian investasi dapat terus ditingkatkan.
            Pengenalan Teknologi Maju
Berkurangnya sikap mental tradisional, kemudian dalam bidang pendidikan serta peningkatan saving dan investasi merangsang berkembangnya usaha-usaha untuk memperbaiki serta memperkembangkan lebih lanjut alat-alat dan metode produksi. Penyebaran teknologi maju ini diiringi oleh berbagai rupa kegiatan pelatihan atau training untuk menggunakannya. Akibatnya, bermunculanlah berbagai rupa lembaga-lembaga pendidikan nonformal/ kursus-kursus keterampilan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Adapun tujuannya adalah untuk mengenalkan teknologi baru kepada para pekerja melalui paket kegiatan pelatihan dan penataran. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan nonformal ini merupakan pelopor penyebaran teknologi maju ke dalam masyarakat.
            Berkembangnya Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan yang biasanya muncul sebagai reaksi terhadap intervensi dan dominasi asing, berfungsi sebagai kekuatan potensial dalam melahirkan masa transisi tersebut.
Di Jepang, misalnya bukan hasrat untuk mendapatkan keuntungan besar atau barang-barang pabrik baru yang mendorong diambilnya keputusan melakukan modernisasi, tetapi karena pengaruh Perang Candu di Cina pada awal 1940-an dan kehadiran 7 kapal perang komodor Perry sepuluh tahun kemudian.
Di Indonesia yang sejak awal abad XVII mulai dijajah oleh Belanda, pada abad ke XIX mulai muncul berbagai gerakan kebangsaan untuk menentang kekuasaan Belanda. Pada awal abad XX gerakan kemerdekaan tersebut semakin terorganisir dan terarah dan semakin intensif masa penjajahan Jepang (1942-1945) berakhir. Cita-cita perjuangan kemerdekaan itu kemudian dirumuskan sedemikian rupa dengan tujuan akhirnya adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.

7.6.3    Periode Take-off

Menurut Rostow waktu yang diperlukan dalam periode ini berkisar antara 20 sampai dengan 30 tahun. Untuk take off suatu negara harus memenuhi tiga syarat (karakteristik) berikut.[14]
(a)    Investasi Netto meningkat sekitar dua kali lipa hingga menjadi di atas 10 persen dari GNP atau pendapatan nasional
(b)   Berkembangnya satu atau beberapa sektor (industri) manufaktur penting dengan laju pertumbuhan yang tinggi
(c)    Hadirnya secara cepat suatu kerangka politik, sosial dan organisasi yang menampung hasrat ekspansi di sektor modern dan menumbuhkan daya dorong kepada pertumbuhan
Ketiga syarat tersebut satu sama lainnya saling berkaitan dan selanjutnya akan dibahas satu per satu.
            Tingkat Investasi Netto melebihi 10 persen dari GNP
Untuk take off suatu perekonomian memerlukan tingkat investasi yang relatif tinggi yaitu minimal 10,5 persen dari pendapatan bersih nasional (Net National IncomeNNI). Laju pertumbuhan investasi yang tinggi ini memungkinkan laju pertumbuhan pendapatan nasional melampaui laju pertumbuhan penduduk sehingga pendapatan per kapita masyarakat akan meningkat. Untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi berikut:
Diketahui:   (1) ICOR pada tahap awal pembangunan 3,5
                    (2) Laju pertumbuhan penduduk:
a.   Skenerio 1   = 1,0  %
b.  Skenerio 2   = 1,5  %
c.   Skenerio 3   = 2,0  % 
PertanyaanBerapa investasi yang diperlukan setiap tahunnya untuk:
(1)   Mempertahankan pendapatan per kapita
(2)   Meningkatkan pendapatan per kapita:
a.   2 %  per-tahun
b.  5 %  per- tahun
Solusi:             ICOR = ΔK/ΔY ………………….(1)
                        Karena ΔK = I, maka, 
ICOR = I/ΔY …………………….(2)
atau    
                         I = ICOR (ΔY) …………………..(3)
Dimana ΔY adalah tambahan income secara absolut. Sedangkan tambahan income dalam bentuk persentase dapat diekspresikan dengan persamaan berikut:
            ΔY /Y = y …………………………(4)
dimana y adalah laju pertumbuhan laju pertumbuhan ekonomi.
            Bila persamaan (4) diintegrasikan kepada persamaan (3) maka diperoleh:
                       I = ICOR (yY) …  …………… ……(5)


(1) Investasi yang Investasi yang diperlukan untuk mempertahankan  Pendapatan Per-kapita
      Bila pendapatan per kapita hendak dipertahankan, maka NNI negara tersebut harus meningkat secepat laju pertumbuhan penduduk, yang berarti  y = n.
a.      Skenerio 1   (y = n = 1,0 %)
Dengan menggunakan persamaan (5) maka besarnya investasi yang diperlukan setiap tahunnya untuk mempertahankan pendapatan perkapita bila jumlah penduduk meningkat rata-rata 1,0 %  per tahun, adalah:
            I = ICOR (yY) = 3,5 (1,0 % x Y) = 3,5 % Y
yang berarti setiap tahun perlu dilakukan investasi secara teratur sebesar 3,5% dari pendapatan nasional bersih. Dengan kata-kata lain untuk mempertahankan tingkat kemakmuran suatu negara yang menghadapi laju pertumbuhan penduduk 1,0 % per tahun, setiap tahunnya perlu dilakukan investasi secara teratur sebesar 3,5 % dari pendapatan bersih masyarakatnya.
b.      Skenerio 2   (y = n = 1,5 %)
Bila laju pertumbuhan penduduk (n) adalah 1,5%, maka I = 3,5 (1,5 % x Y) = 5,25 %. Artinya, untuk mempertahankan tingkat kemakmuran masyarakat yang menghadapi laju pertumbuhan penduduk 1,5 % per tahun, setiap tahunnya diperlukan investasi secara teratur sebesar 5,25 % dari pendapatan bersih masyarakat itu.
c.       Skenerio 3 (y = n = 2,0 %)
Bila laju pertumbuhan penduduk 2,0 % per tahun seperti yang dialami Indonesia selama periode 1980-1990, maka untuk mempertahankan tingkat NNI per kapita diperlukan investasi secara teratur setiap tahunnya sebesar 3,5 x 2,0 % Y = 7,0  % dari pendapatan bersih masyarakat.
(2)    Investasi yang diperlukan untuk meningkatkan Pendapatan Per-kapita
Bila tingkat kemakmuran hendak ditingkatkan, maka laju pertumbuhan ekonomi harus melampaui laju pertumbuhan jumlah penduduk (y > n), seingga investasi yang diperlukan lebih besar lagi. Formulasinya adalah:
I = ICOR (y + n) Y ……………………….(6)
Persamaan (6) adalah pengembangan dari persamaan (5) yaitu dengan menjumlahkan y dengan n.
a.      Skenerio 1   (n = 1,0 %; y = 2,0 %)
Dengan menggunakan persamaan (6), maka besarnya investasi yang diperlukan adalah  3,5 (2,0 % + 1,0 %) Y = 10,5% dari pendapatan nasional. Jadi dalam suatu negara yang menghadapi laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,0 % per tahun, maka untuk menaikkan pendapatan per-kapita sebesar 2,0 % per-tahun diperlukan investasi secara teratur setiap tahunnya sebesar 10,5% dari pendapatan nasional. Perhatikan dengan dasar inilah Rostow mengemukakan perlunya investasi dinaikkan menjadi minimal 10,5% dari pendapatan nasional untuk memungkinkan perekonomian Negara tersebut take-off.
b.      Skenerio 2 (n = 1,5 % ; y = 2,0 %)
Bila laju pertumbuhan penduduk 1,5 % per tahun, maka untuk menaikkan pendapatan per kapita sebesar 2,0 % per tahun, diperlukan investasi secara teratur setiap tahunnya sebesar 3,5 x 3,5 % Y = 12,25 %  dari pendapatan nasional.
Kasus yang diterangkan oleh Rostow ini didasarkan pada anggapan bahwa  COR dan laju pertumbuhan penduduk konstan. Pengaruh perubahan tenaga kerja dan perbaikan teknologi pada pendapatan nasional, dengan demikian tidak dipertimbangkan. Akan tetapi selama tinggal landas COR cenderung menurun diikuti dengan perubahan pola investasi, dan kenaikan proporsi investasinetto terhadap pendapatan nasional meningkat dari 5,0 % menjadi lebih dari 10,0 %, yang berarti melampaui laju pertumbuhan penduduk.
Laju pertumbuhan investasi yang relatif tinggi itu antara lain dapat dicapai dengan seperangkat langkah-langkah berikut:
Pertama, menginvestasikan kembali secara terus menerus keuntungan yang didapat oleh unit-unit usaha atau sektor-sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan yang pesat.
Kedua, meningkatkan tabungan masyarakat melalui pengembangan sistem keuangan, moneter dan perbankan.
Ketiga, merangsang berkembangnya inovasi.
            Perkembangan Sektor-sektor Penting
Syarat take off yang kedua adalah perkembangan salah satu atau beberapa sektor penting (leading sectors) di dalam perekonomian. Rostow menganggap perkembangan sektor penting itu sebagai tulang punggung analitis dari tahap pertumbuhan ekonomi tersebut. Pada era take off  Rostow membagi suatu perekonomian menjadi 3 sektor, yaitu:
Pertama, sektor pertumbuhan utama (leading growth sector) yaitu kegiatan perekonomian yang menciptakan pertumbuhan yang pesat dan dapat berekspansi ke berbagai sektor lain dalam perekonomian itu. Pertumbuhan yang pesat ini dimungkinkan oleh adanya inovasi.Leading growth sector ini di berbagai negara berbeda-beda. Di Inggris, misalnya tekstil, katun, sementara di Amerika Serikat, Perancis, Rusia, Jerman dan Kanada adalah jaringan jalan kereta api. Di Swedia industri perkayuan dan di Jepang industri sutra. Di Indonesia minyak dan gas bumi.
Kedua, sektor pertumbuhan suplementer (supplementary growth sector), yaitu sektor yang berkembang pesat sebagai akibat langsung dari pertumbuhan sektor primer. Misalnya pembangunan sistem perkereta-apian (sektor primer) merangsang perluasan industri di bidang besi, batu bara dan baja. Dalam kasus ini industri besi, batu bara dan baja adalah sektor suplementer.
Ketiga, sektor pertumbuhan turunan atau terkait (derivativegrowth sector), yaitu sektor yang berkembang seirama dengan kenaikan pendapatan, penduduk dan produksi sektor industri atau beberapa variabel lain yang secara keseluruhan meningkat agak cepat. Misalnya industri makanan dan perumahan yang erat kaitannya dengan penduduk.
Menurut Rostow, laju pertumbuhan leading sector ini tergantung kepada 4 dasar.
Pertama, harus ada pengenalan fungsi produksi baru dan perluasan kapasitas di sektor-sektor tersebut.
Ketiga, harus ada keuntungan investasi dan modal lebih dulu yang memadai untuk take-off  pada sektor-sektor penting ini.
Keempat, sektor-sektor penting harus mendorong perluasan output di sektor lain melalui transformasi teknik.
Manfaat eksternal yang ditimbulkan oleh leading growth sector ini selanjutnya mendorong sisi permintaan pada sektor-sektor lainnya yang terkait dengan leadingsector ini. Akibatnya, terdapat kenaikan laju pertumbuhan output yang berkelanjutan (sustainable growth), yang oleh Rostow disebut self-sustaining. Sustainable Growth adalah suatu transisi permanen dari laju pertumbuhan yang rendah atau tidak ada pertumbuhan sama sekali kepada laju pertumbuhan yang sehat sebagaimana halnya di NM. Transisi permanen ini terjadi karena kekuatan-kekuatan yang berasal dari dalam negeri sendiri, yang terlihat dalam interaksi antara satu atau beberapa leading growth sectors dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya perhatikan Gambar 7.1.
Gambar 7.1 Hypothesis Rostow mengenai laju
pertumbuhan ekonomi suatu negara

Dalam Gambar 6.1 periode take off adalah antara t1 dan t2, dimana terjadi akselerasi dalam laju pertumbuhan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mempunyai laju pertumbuhan yang lebih rendah kepada periode selanjutnya yang mengalami laju pertumbuhan yang lebih tinggi dan stabil (self sustained).
            Kerangka Budaya yang Mendorong Ekspansi
Persyaratan take off yang terakhir adalah hadir atau munculnya kerangka budaya yang mendorong perluasan sektor modern. Syarat penting untuk itu adalah kemampuan perekonomian untuk meningkatkan tabungan dari pendapatan yang semakin meningkat.Hal ini diperlukan untuk meningkatkan permintaan efektif terhadap barang-barang manufaktur, dan kemampuan untuk menciptakan manfaat eksternal melalui ekspansi leading growth sector. Menurut Rostow untuk take off suatu masyarakat memerlukan seperangkat prasyarat besar-besaran, sampai ke jantung ekonomi, politik dan tatanan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Dalam tahap ini, orang-orang yang ingin mempermodernkan perekonomian (kelompok elit) biasanya meraih kemajuan yang pesat dan nyata dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya dibandingkan dengan kelompok tradisional.Secara keseluruhan, kelompok elit ini mendorong masyarakat untuk menyebarluaskan rahasia teknologi modern ke luar sektor yang telah dipermodernkan selama masa take-off tersebut.[15]
            Proses Take-off
Tahap take-off ini dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar7.2. Pada Gambar 7.2, sumbu horizontal menggambarkan pendapatan nasional (NNI), sumbu vertikal menggambarkan jumlah saving (S), investasi netto (I) dan kapital (K). Garis miring K0Y0 dan K1Y1 adalah ratio antara kapital dengan output (COR). Keduanya digambarkan sejajar untuk menunjukkan adanya rasio yang konstan diantara kapital dengan output yaitu 0K0/0Y0 = 0K1/0Y1. Selanjutnya TY0/Y0Y1 adalah rasio kapital dengan output marginal (ICOR).
Semula, pada masa pra-take-off masyarakat mempunyai kurva saving yang mendatar dan kurva COR yang sangat curam.Kurva saving yang landai menandaikan bahwa orang yang hanya menyisihkan sebagian kecil dari pendapatannya untuk saving, sedangkan kurva COR yang curam menunjukkan angka COR yang sangat tinggi. COR yang tinggi mencerminkan keterbelakangan dan kurang efisiennya investasi. Pada periode waktu 0, begitu investasi netto 0I0 dilakukan investasi ini akan meningkatkan stok modal yang menjadi produktif dalam jangka waktu 1 dan menaikkan Y menjadi 0Y1. Kemudian pada tahap take-off, pada saat investasi 0I1 (=Y1T1) terjadi, ransangan terhadap pertumbuhan modal produktif tersebut lebih cepat lagi sehingga COR turun menjadi T1Y1/Y1Y2. Sebagai akiabtnya, pola investasi berubah dan kurva COR yaitu T1Y2 menjadi lebih datar. Y naik menjadi 0Y2 yang selanjutnya menaikkan investasi menjadi0I2 (=Y2T2). Dengan kenaikan ini berarti perekonomian telah take-off, dan jika pertumbuhan demikian berlanjut ia menjadi swadaya (self sustained).
Jadi take-off itu didahului oleh suatu rangsangan atau dorongan kuat, seperti misalnya perkembangan suatu sektor penting atau revolusi politik yang membawa perubahan mendasar dalam proses produksi, atau kenaikan proporsi investasi netto menjadi lebih dari 10,0 persen dari GNP yang melampaui laju pertumbuhan penduduk.
Perkiraan Rostow mengenai jangka waktu take-off yang dilalui oleh beberapa negara dikemukakan dalam Tabel 7.3. Inggris memasuki periode take-off pada akhir abad ke XVIII yaitu pada saat dimulainya Revolusi Industri dan sekaligus merupakan awal berdirinya ilmu ekonomi. Seperti diketahui Inggris adalah negara tempat lahirnya revolusi industri dan sekaligus ilmu ekonomi. Pada periode tersebut di Inggris, disamping lahirnya ilmu ekonomi juga terdapat beberapa kemajuan yang sangat mendasar dalam bidang sains dan teknologi, misalnya ditemukannya mesin uap, kapal api, kereta api, mesin pintal benang serta beberapa kemajuan teknik produksi terutama dalam industri tekstil.

Gambar 7.2 Proses Take-off
Pada saat di Inggris sedang terjadi revolusi industri (revolusi ekonomi), di Perancis berlangsung pula suatu revolusi sosial yang lebih dikenalkan dengan sebutan revolusi Prancis.Revolusi Perancis memberikan perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap sikap mental masyarakat serta institusi-institusi yang ada di negara itu.Seperti diketahui perubahan struktur dan tatanan masyarakat ini merupakan prasyarat atau prakondisi yang diperlukan dalam tahap take-off.
Tabel 7.3
Daftar Kronologis Periode Take-off Beberapa Negara
Negara
Periode Take-off
Negara
Periode
Inggris
1783-1802
Jepang
1878-1900
Perancis
1830-1860
Rusia
1890-1914
Belgia
1833-1860
Kanada
1896-1914
Amerika Serikat
1843-1860
Argentina
1935
Jerman
1850-1873
Turki
1937
Swedia
1878-1900
India
1952
Sumber: Rostow, The Stages of Economic Growth (Cambridge: University Press, 1965). P. 38
Dari kedua negara Eropa Barat ini, kemudian kemajuan ekonomi berkembang ke negara-negara lainnya.Mula-mula ke negara-negara sekitarnya, dan kemudian menjalar ke negara-negara jajahannya di benua Amerika dan Asia.
Beberapa negara sudah memasuki tahap take-off seperti: Argentina (1935), Turki (1937), dan India (1952), akan tetapi hingga sekarang ketiga negara tersebut belum menyelesaikan proses take-offnya. Terlambatnya periode take off ini terutama disebabkan oleh rumitnya kerangka kultural dan budaya masyarakat di negara-negara bersangkutan. Indonesia di dalam GBHN direncanakan akan memasuki periode take-off  ini pada Repelita Keenam (1994/1995-1998/1989).

7.6.4 Periode Menuju Kematangan (Drive to Maturity)

Periode ini memerlukan waktu sekitar 40 atau 50 tahun. Karakteristik suatu perekonomian yang berada dalam periode ini adalah sebagai berikut:
(a)    Teknologi produksi sudah matang
(b)   Rentangan produksi semakin meluas
(c)    Struktur dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan
(d)   Kepemimpinan dunia usaha mengalami perubahan
(e)    Adanya gejala kebosanan masyarakat terhadap kemajuan industrialisasi
Kelima karakteristik ini satu sama lain saling berkaitan dimana yang satu merupakan akibat dari yang lain.
            Kematangan Teknologi
Teknologi modern sudah mulai menyebar ke seluruh sisi perekonomian.Rostow memberikan tahun-tahun simbolik kematangan teknologi (technological maturity) pada beberapa negara berikut (Tabel 7.4).
Dalam tahap ini leading sectorbaru mulai muncul menggantikan leading sector lama yang sudah mulai mundur. Leading sector pada tahap ini sifatnya ditentukan oleh: (a) kemajuan teknologi, (b) kekayaan alam, (c)  sifat-sifat tahap tinggal landas yang berlaku, serta (d) bentuk kebijaksanaan pemerintah.
Menurut Rostow corak perubahan leading sector di beberapa negara maju sekarang ini pada tahap menuju kematangan, berbeda dengan tahap take off. Sebagai contoh di Inggris, pada tahap take off, leading sector adalah industri tekstil, kemudian pada tahap menuju kematangan digantikan oleh industri baja, kapal, batu bara serta alat-alat teknik berat. Di Amerika Serikat, Perancis dan Jerman pada tahap take-off leading sector adalah jaringan kereta api, kemudian pada tahap berikutnya digantikan oleh industri baja serta peralatan berat.



Tabel 7.4
Fase Kematangan Teknologi Beberapa Negara
No
Negara
Tahun
1
Inggris
1850
2
Amerika Serikat
1900
3
Jerman
1910
4
Perancis
1910
5
Swedia
1930
6
Jepang
1940
7
Rusia
1950
8
Kanada
1950
Sumber:   Diolah dari M.L. Jhingan. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan
                (terjemahan). Jakarta: C.V. Rajawali, 1988.  H. 187.
            Rentangan Produksi
Meskipun kemajuan teknologi menyebabkan munculnya leading sector baru menggantikan yang lama, leading sector lama pada umumnya masih tetap bertahan.Dengan demikian kemajuan teknologi tersebut sekaligus memperluas rentangan produksi.Produk yang dihasilkan, dengan demikian menjadi semakin banyak dan beraneka ragam.Perkembangan yang semacam ini meningkatkan daya tahan perekonomian negara yang berada pada tahap menuju kematangan ini sehingga menjadi lebih mampu menahan segala gejolak yang tak terduga.
            Perubahan Struktur dan Keahlian Tenaga Kerja
Kemajuan teknologi menimbulkan perubahan yang berarti terhadap struktur ekonomi dan keahlian tenaga kerja. Peranan sektor industri meningkat, sementara peranan sektor pertanian berkurang. Tenaga kerja berubah menjadi terdidik. Kemajuan dalam bidang pendidikan ini selanjutnya menyebabkan upah nyata pekerja meningkat dan mereka mengorganisasikan diri untuk mendapatkan jaminan sosial dan ekonomi lebih mampu menahan segala gejolak yang tak terduga.
            Perubahan Struktur dan Keahlian Tenaga Kerja
Kemajuan teknologi menimbulkan perubahan yang berarti tehadap struktur ekonomi dan keahlian tenaga kerja. Peranan sektor industri meningkat, sementara peranan sektor pertanian berkurang. Tenaga kerja berubah menjadi terdidik. Kemajuan dalam bidang pendidikan ini selanjutnya menyebabkan upah nyata pekerja meningkat dan mereka mengorganisasikan diri untuk mendapatkan jaminan sosial dan ekonomi yang lebih besar.
            Manajemen Usaha
Kepemimpinan dalam dunia usaha (perusahaan) mengalami perubahan, dimana peranan manajer semakin penting dan terpisah-pisah dari pemilik (the owner).Perubahan ini mendorong lahirnya para manajer profesional yang mempunyai kedudukan yang semakin penting.Watak para pengusaha (manajer) berubah dari pekerja keras dan kasar menjadi manajer yang halus dan sopan.
            Kejenuhan Masyarakat
Adanya gejala kebosanan masyarakat terhadap kemajuan yang diciptakan oleh industrialisasi, dan mulai ada kritik-kritik terhadap industrialisasi tersebut. Ada kecenderungan bahwa masyarakat selalu menginginkan sesuatu yang lebih baru, mendorong terjadinya perubahan lebih lanjut.

7.6.5    Periode Konsumsi Tinggi dan Besar-besaran

            Merupakan kelanjutan dari periode menuju kematangan. Disebut konsumsi tinggi dan besar-besaran ((Highmass consumption) karena dalam periode ini terdapat perkembangan yang pesat dalam konsumsi masyarakat, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Karakteristiknya secara garis besar adalah sebagai berikut:
(a)    Pemenuhan produk-produk kebutuhan pokok bukan lagi merupakan problema utama.
(b)    Perhatian masyarakat lebih ditujukan kepada masalah-masalah konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas, tidak lagi pada masalah produksi seperti pada peridoe sebelumnya. Dengan kata lain pada tahap ini keseimbangan perhatian masyarakat sudah beralih dari penawaran ke permintaan. Jumlah barang-barang konsumsi yang dibutuhkan oleh masyarakat (konsumen) sudah semakin banyak yang dapat dipenuhi. Konsumsi barang-barang konsumsi tahan lama, seperti mobil, kulkas dan peralatan rumah tangga lainnya menjadi semakin populer.
(c)    Adanya migrasi ke pinggiran kota
(d)    Suasana persaingan semakin tajam terutama dalam al: (i) memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke luar negeri; (ii) menciptakan kemakmuran yang lebih merata bagi penduduk, misalnya melalui penerapan sistem pajak progresif, peningkatan jaminan sosial dan pengadaan fasilitas hiburan bagi para pekerja; dan (iii) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat. Kecenderungan kepada konsumsi besar-besaran barang-barang yang tahan lama (durable goods), ketiadaan pengangguran dan peningkatan kesadaran akan jaminan sosial membawa perekonomian kepada laju pertumbuhan penduduk yang semakin tinggi.
Ada tiga kekuatan yang nampak cenderung meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam periode ini, yaitu: (i) Penerapan kebijaksanaan nasional untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruh melampaui batas-batas nasional; (ii) Keinginan untuk menjadi suatu negara kesehateraan (welfare state) dengan pemerataan pendapatan nasional yang lebih adil melalui pajak progresif, peningkatan jaminan sosial dan fasilitas hiburan bagi para pekerja; serta (iii) Keputusan untuk membangun pusat perdagangan dan sektor-sektor penting seperti mobil, rumah murah dna berbagai peralatan rumah tangga yang menggunakan listrik dan sebagainya.
Secara historis, Amerika Serikat adalah negara pertama (1920) yang mencapai tahap kelima ini, diikuti oleh Inggris (1930-an), Jepang dan Eropa Barat (1950-an).

7.6.6    Beberapa Kritik terhadap Teori Rostow

            (a)  Rostow mengatakan bahwa periode take-off berkisar antara 20 s/d 30 tahun, yang diikuti oleh periode menuju kematangan selama 40 s/d 50 tahun. Orang sulit menunjukkan dengan tepat batas diantara kedua peridoe tersebut
            (b) Rostow menyusun karakteristik yang spesifik bagi masing-masing dari lima tahap (periode) yang dikemukakannya, yang disarankan untuk meningkat dari satu tahap ke tahap berikutnya. Tetapi Gerschenkron dan Hubakuk menunjukkan bahwa karakteristik yang diidentifikasikannya pada tahap-tahap tertentu juga ditemukan pada tahap-tahap lainnya. Mereka menduga bahwa karakteristik dari tahap-tahap prakondisi dapat terjadi secara simultan dengan tahap tinggal landas serta ciri utama dari periode konsumsi yang berlebih (high mass consumption) pada tahap-tahap awal
            (c) Rostow terlalu cepat membuat generalisasi dari hasil-hasil observasi yang terbatas. Modelnya sangat cocok untuk Inggris, tetapi terbukti kurang bisa diaplikasikan di negara-negara lainnya. Gerschenkron menyarankan supaya setiap negara tidak mengikuti jalur pertumbuhan daapt terjadi pada setiap tahap dan berkembang dengan cara yang unik sesuai dengan sifat masyarakat yang bersangkutan.
            (d) Model Rostow juga dikritik tentang salah satu dari berapa hal yang spesifik Kuznets, dalam studi empirisnya tidak menemukan dukungan bagi pendapat Rostow, bahwa dalam peridoe take off investasi akan menjadi dua kali lipat, yaitu dari 5 % menjadi 10 % di atas GNP.


[1]   Lihat Deliarnov. Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Edisi Revisi). Jakarta: PT Grafindo Persada,
2009. h.128-129.
[2]   Lihat Deliarnov. Ibid.,. h. 131.


[3]   Business Week (19 Juli 1982), New Restriction on World Trade: Governments Link Impor-Bartering
Goods and Protecting Jobs”.Seperti dikutip oleh Pang Lay Kim (1983). Beberapa Aspek Ekonomi dan
Bisnis Nasional dan Internasional.Ghalia Indonesia.Jakarta. hh. 130-131.
[4]    Zaman Romawi adalah zaman kejayaan kerajaan Romawi yang kemudian berakhir menjelang
      munculnya zaman pertengahan
[5]   Irawan dan Suparmoko, a.cit h 23
[6]Lihat Adrimas (1990) Ekonomi Pembangunan. PAU- Studi Ekonomi UGM. Yogyakarta. Tabel 1.2
dan 1.4. hh. 16-21.
[7]   W.W Rostoe, The Stages of Economic Growth: A Non Communist Manifesto (CambridgeUniversity
Press, 1990).
[8]    Pengertian Leading Growth Sector dapat dilihat pada halaman 14
[9]    Pandangan semacam ini misalnya terdapat kultur masyarakat Minangkabau tradisional. Masyarakat 
      agraris primitif membutuhkan jumlah anak yang banyak terutama untuk membantu pekerjaan orang
tuanya sebagai petani. Disamping itu anak juga diharapkan untuk tempat berlindung oleh orang tua
      pada saat mereka sudah tidak mampu lagi bekerja
[10]  Konsep vicious circle ini sudah dikemukakan pada Bab 2.
[11]  Masa orde baru adalah masa sesudah tahun 1966, dimana perhatian bangsa Indonesia lebih banyak ditujukan kepada pembangunan ekonomi. Pada periode sebelumnya (disebut orde lama perhatian masyarakat (dan oleh karena itu juga sumber daya yang mereka miliki) lebih banyak digunakan untuk kegiatan-kegiatan politik, sehingga pembangunan ekonomi terabaikan. Kebobrokan ekonomi ini diindikasikan oleh laju inflasi yang mencapai 635 persen pada tahun 1966
[12] Dana Inpres Desa adalah dana yang dialokasikan pemerintah pusat Indonesia kepada masing-masing desa di Indonesia yang penggunaannya diserahkan kepada masyarakat desa itu sendiri. Salah satu argumen dari dana inpres desa ini adalah untuk memancing partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan
[13]Thomas Suyitno, dkk (1989). Kelembagaan Perbankan. PT Gramedia: Jakarta. H. 4
[14] Ibid,.p.39
[15] Ibid., p. 38
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.