BAB
7
TEORI
PERTUMBUHAN EKONOMI : Mahzab Historis
T
|
eori pertumbuhan ekonomi dapat diklasifikasikan atas dua
aliran utama yaitu: (a) mazhab historis, dan (b) mazhab analitis. Mazhab
historis lebih menitikberatkan kepada permasalahan: Apa yang terjadi? Sedangkan
mazhab analitis memusatkan perhatiannya kepada permasalahan: Kenapa dan
bagaimana sesuatu itu terjadi? Studi mengenai mazhab historis ditempatkan dalam
Bab 3 ini sedangkan mazhab analitis dalam Bab 4.
Mazhab historis mengkaji
pertumbuhan ekonomi dari sisi sejarahnya, yang dalam hal ini dapat dibagi atas
beberapa tahap, sehingga teori-teori ini disebut pula Teori Tahap-tahap Pertumbuhan Ekonomi. Teori ini berasal dari
Jerman pada abad XIX sebagai reaksi terhadap “sistem persaingan bebas” (laissez faire) yang lahir dan berkembang
di Inggris. Teori ini kemudian berkembang lebih lanjut, dan dalam bab ini akan dibahas teori-teori mazhab
historis yang dikemukakan oleh: (a) Friedrich List, (b) Bruno Hildebrand, (c)
Karl Bucher, (d) Karl Marx, (e) Collin Clark, dan (f) W.W Rostow.
7.1 FRIEDRICH LIST (1844)
Friedrich List sebenarnya
adalah seorang penganut paham Laissez
faire yang berpendapat bahwa sistem atau paham ini dapat menjamin
alokasi sumber daya yang optimal. Dengan kata-kata lain perkembangan ekonomi
hanya terjadi apabila dalam masyarakat terdapat kebebasan dalam organisasi
politik dan kebebasan perorangan.
Tetapi ia menghendaki adanya proteksi pemerintah
bagi industri-industri yang masih lemah. Suatu hal yang dapat dimengerti karena
dia menghendaki berkembangnya industri di Jerman yang pada waktu itu masih jauh
tertinggal dibandingkan dengan di Inggris.Dengan demikian menurut Friedrich
List perkembangan ekonomi yang sebenarnya tergantung kepada peranan pemerintah,
organisasi swasta dan lingkungan kebudayaan masyarakat yang bersangkutan.
Friedrich List meneliti tahap-tahap pertumbuhan
ekonomi dari segi perkembangan teknik
produksi atau perilaku masyarakat dalam berproduksi. Tahap-tahap tersebut
adalah[1]:
(1) Mengembara
(2) Beternak
(3) Pertanian
(4) Pertanian
dan industri rumah tangga (manufaktur)
(5) Pertanian,
industri manufaktur dan perdagangan
Dalam masyarakat yang berada pada tahap kelima tingkat kemajuan teknik produksi
tersebut saling tumpang tindih (overlapping),
sehingga sulit menentukan batas diantara tahap-tahap tersebut secara tegas.
7.1.1
Mengembara
Ini adalah bentuk kegiatan manusia yang paling awal
(primitif) dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya (berproduksi).Produk yang dibutuhkan oleh masyarakat pada tahap ini
adalah bahan makanan, yang jelas merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendasar
bagi suatu kehidupan. Bahan pangan ini dapat dibagi dua, yaitu: (i) yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan (ii) yang berasal dari hewan. Pangan nabati
pada tahap ini dapat diambil begitu saja dari alam tanpa perlu bersusah payah
menanam dan apalagi memprosesnya. Sementara pangan hewani diperoleh dengan cara
berburu. Bila bahan pangan di suatu daerah habis, maka mereka akan mencari yang
lain di tempat yang lain pula dengan membawa serta hewan yang masih mereka
miliki atau belum habis dimakan. Dengan demikian mereka mempunyai pola hidup mengembara dan dengan tingkat ketergantungan yang sangat tinggi
kepada alam.
7.1.2
Beternak
Dalam perkembangan selanjutnya hewan yang mereka
pelihara semakin banyak, baik karena berkembang biak maupun karena hasil
tangkapan baru. Pengalaman dan kebiasaan ini secara perlahan pada akhirnya
menumbuhkan usaha peternakan.
7.1.3
Bertani
Seiring dengan berjalannya waktu jumlah penduduk
kian meningkat dan oleh karena itu kebutuhannya, khususnya kebutuhan akan bahan
pangan juga meningkat, sehingga diperlukan jumlah bahan pangan yang semakin
banyak pula. Dengan demikian jumlah bahan pangan di suatu lokasi menjadi
semakin cepat habis, dibandingkan dengan periode sebelumnya.Hal ini berarti
bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangannya masyarakat tersebut memerlukan route pengembaraan yang semakin jauh dan
dengan frekuensi yang semakin besar. Hal ini sudah jelas memerlukan tenaga dan
energi yang semakin besar pula, sementara daya tahan tubuh masyarakat pada
waktu itu belum berkembang dengan memadai terutama karena pengetahuan tentang
kesehatan dapat dikatakan sama sekali tidak ada. Oleh karena itu pola hidup
mengembara menemukan titik jenuhnya dan masyarakat tradisional tersebut
terdorong untuk memikirkan cara produksi alternatif. Maka lama-kelamaan mulai
dikenal kehidupan bercocok tanam (bertani) tradisional.Oleh karena pertanian dalam arti luas meliputi pula usaha peternakan, maka
tahap ketiga ini disebut pertanian.
7.1.4
Pertanian dan Industri Rumah Tangga
Seiring dengan perjalanan waktu sektor pertanian
berkembang dari pola perladangan berpindah-pindah kepada pertanian menetap
dengan teknik produksi yang semakin maju. Perkembangan ini terutama sebagai
hasil dari dinamika interaksi antara demand
dan supply barang kebutuhan pokok
khususnya pangan. Dari sisi demand kebutuhan terhadap pangan terus meningkat terutama karena
peningkatan jumlah penduduk. Dari sisi supply
lahan pertanian adalah tetap, kalaupun meningkat maka peningkatannya akan
relatif kecil khususnya dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk. Maka
satu-satunya peluang penting untuk menyeimbangkan demand dan supply produk pertanian ini adalah dengan memperbaiki
teknologi pertanian sehingga menghemat pemakaian lahan.
Meskipun telah terdapat
kemajuan yang berarti dalam sektor pertanian pada taap ini, sektor pertanian
tradisional, karen sifat produksinya yang banyak bergantung kepada sifat-sifat
alam, ternyata tidak dapat menyerap tenaga kerja manusia secara penuh. Di
sektor pertanian ini terdapat, apa yang disebut dengan pengangguran
musiman (seasonalunemployment) . Seperti diketahui
beberapa kegiatan pokok dalam suatu usaha tani antara lain adalah : pembenihan,
pembersihan lahan, pengelolaan lahan sampai siap untuk ditanami, bertanam
membersihkan rerumputan yang tumbuh di sekitar tanaman (menyiang), memelihara/
mengatur pengairan, melindungi tanaman dari ancaman ternak/ hewan lainnya seperti
burung dan babi, panen dan kemudian pasca panen. Diantara kegiatan-kegiatan
tersebut terdapat waktu senggang yang kadang-kadang relatif panjang, misalnya
periode antara sesudah bertanam atau menyiang sampai datangnya musim panen.
Disamping itu di beberapa daerah atau belahan bumi seperti di Eropa, Jepang dan
Cina bagian utara, karena kondisi cuaca dan iklim, maka kegiatan pertanian yang
normal hanya dapat dilakukan beberapa bulan saja dalam setahun. Maka dapat
dipahami bahwa waktu senggang ini dimanfaatkan oleh penduduk untuk melakukan
berbagai jenis pekerjaan lain dan yang terpenting diantaranya adalah membuat
berbagai produk kerajinan tangan untuk keperluan rumah tangga yang dilakukan di
rumah-rumah. Dengan demikian, lama kelamaan berkembanglah apa yang disebut
dengan industri rumah tangga (home industry). Produk-produk yang
dihasilkan antara lain:
(a)
Barang anyaman
seperti tikar, kain, renda, topi dan jala,
(b)
Barang keramik/
tembikar seperti periuk, piring, cawan, piring, panci, gelar dan tempayan,
(c) Berbagai
barang ukiran/ hiasan,
(d) Peralatan
pertanian dan/atau transportasi seperti: kapak, cangkul, pisau, parang, pedang,
bajak, gerobak, bendi dan pedati.
Pada tahap-tahap awal dari perkembangannya industri
rumah tangga ini adalah bersifat sambilan, berskala keci dan banyak menggunakan
tenaga manusia.Sementara itu produksinya juga hanya untuk keperluan lokal atau
daerah di sekitar produk itu dibuat. Perkembangan industri rumah tangga ini
pada akhirnya juga mendorong kemajuan di sektor pertanian yaitu melalui perbaikan
teknik produksi, sehingga perekonomian
memasuki memasuki tahap kedua yang bercirikan: pertanian yang semakin
berkembang yang dilengkapi dengan industri manufaktur berskala kecil.
7.1.5
Pertanian, Industri Manufaktur dan Perdagangan
Dalam jangka panjang, secara alamiah masyarakat
ternyata belajar dari pengalamannya, sehingga teknologi produksi, baik di
sektor pertanian, maupun di sektor rumah tangga, dari waktu ke waktu terus
diperbaiki. Jumlah produk yang dihasilkan semakin banyak, semakin beragam dan
semakin canggih dan dengan cara yang semakin efisien. Laju pertumbuhan
teknologi ini semakin dipacu dengan dikenalkannya sistem persaingan yang
mendorong berkembangnya spesialisasi baik antar pekerja maupun antar
negara.Perkembangan spesialisasi memperbesar tingkat interpendensi antar
pekerja dan antar negara dan oleh karena itu mendorong pertumbuhan sektor
perdagangan.Sebaliknya sektor perdagangan kembali merangsang perkembangan
unit-unit produksi dan konsumsi yang ada di dalam masyarakat baik dalam sektor
pertanian maupun dalam sektor manufaktur.
Siklus ini terus berlangsung sehingga skala
produksi, perdagangan dan konsumsi kian meningkat yang sekaligus mengantar
masyarakat tersebut kepada fase III dalam perekonomian yang bercirikan:
pertanian maju, industri skala besar dan perdagangan.
7.2 BRUNO HILDEBRAND (1864)
Bruno Hildebrand mengkritik Friedrich List dan
berdasarkan pengalaman Inggris dia mengatakan bahwa perkembangan masyarakat
atau ekonomi bukan karena sifat-sifat produksi atau konsumsi, tetapi karena
perubahan-perubahan dalam metoda distribusi yang digunakan.Dia menganalisis proses pertumbuhan ekonomi dari segi
evolusi alat-alat tukar, yaitu[2]:
(1) Perekonomian
barter
(2) Perekonomian
uang, dan
(3) Kredit
7.2.1 Perekonomian
Pasar
Perekonomian barter (ditukarkan
dengan barang), adalah bentuk perekonomian pertukaran yang paling awal.
Meskipun demikian dalam perekonomian modern dewasa ini masih dijumpai barter
tetapi terwujudnya sudah lebih maju sesuai dengan perkembangan zaman. Dalam
perekonomian barter, khususnya barter yang tradisional barang-barang (atau
jasa-jasa) dipertukarkan secara langsung oleh kedua fihak.
Dibandingkan dengan periode
sebelumnya, jelas perekonomian barter ini lebih maju karena pada peridoe
sebelumnya seseorang, suatu keluarga atau kelompok masyarakat hanya dapat
mengkonsumsi produk-produk yang mereka produksi sendiri. Dalam perekonomian
barter disamping produk sendiri seseorang dapat pula mengkonsumsi produk-produk
lain yang tidak dapat mereka produksi, yaitu melalui kegiatan pertukaran dengan
produsen lain tersebut.
Salah satu keterbatasan ssitem
barter adalah bahwa perdagangan diantara kedua belah pihak hanya mungkin
terjadi apabila keduanya saling membutuhkan barang yang dipertukarkan tersebut.
Hal ini mengakibatkan jumlah dan ragam produk yang dipertukarkan menjadi sangat
terbatas, sementara waktu dan biaya yang diperlukan untuk kegiatan pertukaran
tersebut relatif besar. Misalnya Pak Aman, seorang produsen ubi kayu, ingin
menukarkan surplus produksinya dengan seekor kambing. Pertukaran akan
berlangsung dengan lancar bila ia segera bertemu, misalnya dengan Badu yang
kebetulan surplus kambing dan pada saat yang sama membutuhkan ubi kayu. Bila
ternyata Badu tidak membutuhkan atau tidak kekurangan ubi kayu, maka
perdagangan antara Pak Aman dengan Badu seperti yang diilustrasikan di atas
tidak dapat dilakukan. Akibatnya, bisa dibayangkan untuk memenuhi hasratnya Pak
Aman perlu mencari orang lain yang memiliki surplus produksi kambing dan
sekaligus bersedia menukarkannya dengan ubi kayu. Bila demikian, maka suatu
yang perlu dicatat adalah bahwa pekerjaan Pak Aman tersebut akan menguras
energi dan waktu yang lebih banyak, yang berarti tidak efisien.
Akan tetapi, meskipun
perekonomian dewasa ini sudah jauh lebih maju, dibandingkan dengan pada saat
sistem barter pertama kali dikenal, masih saja dijumpai barter, kendatipun
dengan versi yang sedikit agak berbeda. Misalnya apa yang disebut dengan
“counter-trade” atau perdagangan timbal balik. Untuk itu ada baiknya sejenak,
disimak laporan Busiess Week berikut.[3]
…………….., transaksi yang bersifat perdagangan timbal balik
(counter-trade) itu diperkirakan sudah mencapai 25-30 negara-negara yang
bersangkutan pada umumnya adalah untuk mempertahankan volume ekspor ke pasar
internasional serta untuk memperkecil defisit neraca pembayaran. Dalam hal ini
para pensupply yang menjual suatu komoditi diharuskan membeli produk-produk
tertentu sebagai imbalan.
Selanjutnya business Week
menunjukkan beberapa kasus berikut:
(1)
Pemerintah Brazil telah
membuat komitmen dengan perusahaan asing yang memproduksi mobil (truk) dengan
mengizinkan pengeksporan produksinya senilai US.S$.21 Milyar dan produk-produk
lain sampai tahun 1989. Sebagai imbalan prestasinya, pemerintah memberinya hak
untuk komponen misalnya untuk pabrik mobilnya itu.
(2)
Iran berhasil
metakinkan New Zealand Meat Board
untuk menjual daging kambing beku seharga US$. 200 juta ke Iran dalam tahun
1989 yang dibarter dengan minyak bumi.
(3)
Swedia memperoleh
persetujuan dari General Electric
untuk membeli produk-produk Swedia sebagai imbalan kontrak pembuatan mesin
pesawat pemburu Swedia JAS. Ini berarti bahwa hasil-hasil industri Swedia
dibeli General Electric Trading Co
yang akan menangani perdagangan timbal balik dan kegiatan-kegiatan lain di
bidang perdagangan lainnya.
(4)
Kanada membeli
pesawat terbang tipe F-18 buatan perusahaan pembuat kapal terbang McDonald Douglas seniai US.S$.2,4 miliar
dan sebagai imbalannya perusahaan ini membantu Kanada mencari pembeli
barang-barang dan jasa-jasa Kanada senilai tersebut
(5)
Yugoslavia
mengharuskan pabrik-pabrik mobil yang mengekspor produknya ke negara itu,
membeli produk-produk Yugoslavia yang senilai dengan komponen-komponen yang
diimpor oleh negara itu, misalnya membeli mobil dari pabriknya di Yugoslavia
(6)
Brazil meminta
calon penjual satelit ruang angkasa (space
satelite) untuk mengekspor barang-barang buatan Brazil dengan nilai US$.130
juta. Spar AeroSpace (Kanada) dan Hughes Aircraft (Amerika Serikat) yang
memenangkan tender tersebut secara bersama akan mengatur barang-barang buatan
Brazil ke negara-negara tersebut.
(7)
Rusia membeli
mesin-mesin konstruksi dari Mitsubishi,
dan perusahaan Jepang ini akan membeli kayu Siberia dari Rusia.
(8)
Kolumbia
mengharuskan para pensuplai peralatan dari Spanyol untuk membeli hasil kopi
negara itu dan sebagai imbalannya Kolumbia akan membeli sejumlah bus buatan
Spanyol.
(9)
Rusia membeli
fosfat dari Occidental Petrolum
dengan perjanjian sebesar US$. 20 miliar dan Occiedental Petroleum akan membantu negara ini mendirikan pabrik
amonia dan akan membeli sebagian dari hasil pabrik tersebut
(10)
RRC mengadakan
kontrak senilai US$.500 juta dengan Technotrade
Italia untuk memperluas pertambangan dan memodernisasi jalan-jalan kereta api. Technotrade sebaliknya setuju membeli
batu bara dari negara tersebut untuk disalurkan ke pasar internasional.
7.2.2 Perekonomian Uang
Dalam perekonomian ini,
pertukaran dilakukan dengan menggunakan suatu media yang disbut uang. Namun
demikian kegunaan uang lama-kelamaan juga mengalami perkembangan sehingga tidak
hanya lagi sekedar alat tukar. Dalam kepustakaan teori ekonomi moneter dikenal
4 kegunaan uang berikut, dua yang pertama diantaranya sangat mendasar sedang
dua lainnya merupakan tambahan, yaitu: (a) alat tukar, (b) alat penyimpan
nilai/ daya beli, (c) Satuan hitung, (d) Ukuran pembayaran masa depan (hutang
piutang)
Berkaitan dengan itu dan karena tuntutan kemajuan
ekonomi secara makro, pengertian uang dari waktu ke waktu juga mengalami
kemajuan yang berarti.Hal ini diindikasikan dengan
berkembangnya instrumen-instrumen keuangan (financial
instrument). Sebagai ilustrasi berikut ini dikemukakan beberapa pengertian
uang beredar (M) dalam masyarakat, mulai dari yang paling sederhana (sempit)
sampai kepada yang paling luas.
(1)
Currency (uang
tunai) yang ada di tangan umum (di luar lembaga-lembaga keuangan dan kas
negara). Currency (C) ini disebut juga uang kartal dan terdiri dari uang logam
dan uang kertas.
(2)
Narrow money (uang dalam
arti sempit, disingkat M1) meliputi C dan uang giral atau demand
deposit (DD) masyarakat yang ada di bank. Jadi,
M1 =
C + DD …………………………..(1)
Berdasarkan sifat-sifatnya kartu kredit (credit
card) dapat pula dimasukkan ke dalam pengertian M1 ini.
(3) Broad
Money atau uang dalam arti luas (M2) meliputi M1
deposit berjangka atau time deposit (TD) dan saving deposit (SD). Pada berbagai
negara TD dipilah lagi menjadi 2 bagian yaitu: TD yang nilainya relatif besar
(TDb) dan TD yang nilainya relatif kecil (TDS). Di
Amerika Serikat misalnya TDS adalah yang nilainya kurang dari
US.$.100,000. Dengan demikian M2 ini dapat dinyatakan dengan
Persamaan.
M2 =
M1 + SD + TDS ……………………….(2)
(4) Definisi uang beredar yang lebih luas lagi
adalah M3, yang mencakup semua SD dan TD, besar kecil, uang domestik
atau mata uang asing penduduk yang bersangkutan yang terdapat pada
lembaga-lembaga keuangan. Seluruh TD dan SD ini disebut uang kuasi atau quasy money (QM).TD dan SD dalam mata
uang asing yang bukan merupakan milik penduduk negara bersangkutan tidak
termasuk dalam definisi uang kuasi. Dengan demikian M3 dapat
diformulasikan sebagai berikut:
M3 =
M1 + QM …………………….(3)
(5)
Definisi uang yang paling luas adalah likuiditas total (L), yang
mencakup semua alat-alat likuid yang ada dalam masyarakat. Jadi disini
disamping SD dan TD juga termasuk misalnya, obligasi pemerintahan dan swasta
jangka pendek, wesel perusahaan (comercial
papers), cek mundur, aksep bankir, deposito di luar negeri dan sebagainya.
Uraian mengenai beberapa pengertian uang di atas
mengindikasikan bahwa perekonomian uang sudah mengalami perkembangan pula dari
waktu ke waktu. Perkembangannya mengarah kepada apa yang disebut dengan kredit.
Uang giral (DD) pada dasarnya adalah semacam kredit atau hutang jangka pendek
bank umum kepada masyarakat.Begitu pula halnya dengan TD dan SD, hanya saja
jangka waktunya lebih panjang dari DD. Demikian pula halnya dengan
bentuk-bentuk likuiditas lainnya yang diberikan di atas.
Sebagai alat tukar ada dua sifat penting yang harus
dipenuhi oleh uang, yaitu (a) Dapat diterima secara umum dan (b) Dapat
digunakan sebagai alat dalam pertukaran barang-barang dan jasa-jasa
Oleh karena itu dalam perkembangannya kita melihat
bahwa mula-mula yang dijadikan uang oleh masyarakat adalah barang-barang yang
pada umumnya disukai banyak orang atau anggota masyarakat.Beberapa sifat barang
yang umumnya disenangi oleh masyarakat adalah indah, mudah dibawa dan disimpan
praktis dan menarik. Kemudian syarat lain yang penting adalah bahwa uang
tersebut harus mudah dibawa dan disimpan, dan harus tahan lama. Berdasarkan
kriteria tersebut kiranya dapat dipahami kenapa dalam jangka waktu relatif lama
kita mengenal uang logam yang umumnya terdiri dari emas/perak berfungsi sebagai
alat tukar.
Dibandingkan dengan perekonomian barter sederhana
jelas perekonomian uang ini jauh lebih efisien karena disini orang tak perlu
susah payah membuang energi dan waktu untuk menukar produk yang dia miliki
dengan produk lain yang dia inginkan. Demikian pula bila dibandingkan dengan
kekayaan yang bersifat fisik lainnya, menyimpan uang jauh lebih mudah dan tidak
banyak memakan tempat.Begitu pula uang jauh lebih ringan dan oleh karena itu
jauh lebih mudah untuk dibawa-bawa dibanding dengan barang-barang lainnya.
Perkembangan uang sebagai alat tukar, yang demikian
berarti perkembangan perekonomian uang, jelas mempengaruhi perekonomian secara
makro sehingga membentuk suatu lingkungan ekonomi yang sangat jauh berbeda dari
lingkungan perekonomian barter. Salah satu dampak penting dari meluasnya
penggunaan uang adalah pesatnya perkembangan lembaga-lembaga keuangan khususnya
perbankan.Sebaliknya perkembangan lembaga-lembaga keuangan juga memacu
perkembangan uang sebagai alat tukar seperti berbagai macam bentuk uang seperti
yang disebutkan di atas.Dengan demikian antara uang dan bank terdapat suatu
symbiosis yang akhirnya melahirkan suatu bentuk atau sistem pertukaran yang
lebih canggih yaitu kredit.Perkembangan ini selanjutnya menurut persepsi Bruno
Hildebrand mengarah kepada tahap ketiga yaitu, perekonomian kredit.
7.2.3 Perekonomian Kredit
Dalam setiap transaksi selalu dijumpai tiga fenomena
berikut: (a) Negosiasi, (b) Penyerahan
barang dan jasa yang ditransaksikan, dan (c) Pembayaran
(dalam perekonomian uang lazim dengan menggunakan satuan mata uang tersebut).
Apabila antara penyerahan barang/jasa dengan pembayaran terdapat perbedaan
waktu yang cukup berarti (sesuai dengan perjanjian kedua pihak yang terlibat
dalam perdagangan tersebut), maka proses pertukaran itu dikatakan berlangsung
secara kredit. Bila proses pertukaran semacam ini sudah umum terjadi dalam
suatu pertukaran, maka perekonomian itu dapat disebut “perekonomian kredit”.
Dalam setiap transaksi selalu diperlukan sejumlah
uang yang dalam kenyataan jumlahnya selalu terbatas.Sementara itu kebutuhan
manusia tidak terbatas yang berimplikasi kepada tidak terbatas pula kebutuhan
terhadap uang.Dengan kata-kata lain uang merupakan kendala dalam
memaksimumkan kegiatan transaksi. Dalam hubungan ini,
maka kredit jelas merupakan suatu terobosan dalam mengatasi kelangkaan
persediaan uang untuk transaksi. Pengenalan kredit akan memperlancar kegiatan
transaksi, yang selanjutnya mendorong perkembangan produksi dan konsumsi yang
dengan demikian berarti bagi pertumbuhan ekonomi.
7.3 KARL BUCHER (1893)
Karl Bucher mengemukakan
analisisnya dengan mengacu kepada evolusi perekonomian di Jerman. Dia mencoba
mensintesakan pendapat List dan Hildebrand dengan mengatakan bahwa perekonomian
tumbuh melalui 3 tahap, yaitu:
(1)
Produksi untuk
memenuhi kebutuhan sendiri (rumah tangga);
(2)
Perekonomian kota,
dimana perdagangan sudah meluas; dan
(3)
Perekonomian
nasional, dimana kegiatan produksi sudah berorientasi ke pasar (market oriented) yaitu barang diproduksi
untuk dijual ke pasar. Dengan demikian peranan pedagang semakin penting.
Seperti halnya dalam teori
pertumbuhan List dan Bruno Hildebrand, sudah barang tentu tidak akan dapat
diketahui secara pasti dan tegas batas-batas diantara ketiga tahap pertumbuhan
ekonomi Karl Bucher ini.
7.3.1 Perekonomian Rumah Tangga
Pada tahap ini suatu rumah tangga memproduksi
sendiri produk-produk yang mereka butuhkan, yang dengan demikian tidak terdapat
perdagangan seperti yang banyak dikenal pada saat sekarang.Unit-unit produksi
dengan sendirinya juga merupakan unit-unit konsumsi.Dalam pada itu kebutuhan
masyarakat terhadap barang-barang dan jasa-jasa masih sangat
terbatas.Organisasi produksi hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan hidup yang
sangat pokok dengan menggunakan teknologi yang masih sangat sederhana.
7.3.2 Perekonomian Kota
Dalam tahap ini, perdagangan sudah meluas.
Sebelumnya memang sudah terjadi juga perdagangan, tetapi skalanya masih sangat
kecil dan mungkin hanya bersifat antar keluarga di suatu
dusun, kampung atau pedesaan, dimana diantara para pelaku satu sama lain
mungkin masih saling mengenal. Pasar (terutama dalam arti fisik) memang
cenderung untuk berada di tempat yang relatif ramai, meskipun berlokasi di
daerah pedesaan. Dengan semakin berkembangnya perdagangan, maka pasar akan
semakin ramai pula, seingga lama-kelamaan berkembang menjadi suatu kawasan yang
disebut kota yang melahirkan perekonomian kota.
Beberapa karakteristik yang
menonjol dari perekonomian kota, khususnya bila dibandingkan dengan
perekonomian rumah tangga adalah sebagai berikut:
(a)
Skala perdagangan,
yang tercermin dari nilai dan volume barang-barang serta jasa-jasa yang
diperdagangkan, menjadi semakin besar dan hal ini berimplikasi kepada
(b) Berkembangnya
sektor transportasi
(c) Ragam
barang-barang dan jasa-jasa yang diperdagangkan semakin banyak
(d) Jarak
angkut dari barang-barang yang diperdagangkan semakin jauh yang mencerminkan
adanya kemajuan dalam bidang transportasi
(e)
Banyaknya diantara
para pelaku yang terlibat dalam perekonomian kota ini satu sama lain tidak
saling mengenal
(f)
Peranan kaum
pedagang dan pengusaha pada umumnya menjadi semakin menonjol sehingga
kadang-kadang menyaingi kekuasaan raja
(g)
Penggunaan uang
sudah semakin meluas sehingga: (i) Perekonomian menjadi semakin efisien, (ii)
Merangsang unit-unit produksi dan konsumsi untuk berkembang lebih lanjut
sehingga, (iii) Perekonomian kota jauh lebih dinamis dari perekonomian rumah
tangga
Perkembangan ini antara lain
terjadi pada kota-kota yang sudah dikenal sejak zaman Romawi misalnya Florence,
Pisa, Milano dan Cologne di tepi sungai Rijn dan Donau.[4]Pada
zaman pertengahan (500 – 1500 M) pengaruh kota-kota ini menjadi bertambah
besar.Kota-kota yang ada di dunia ini pada umumnya tumbuh dari desa-desa yang
baik letaknya dari sudut perdagangan. Fenomena ini mengindikasikan pula eratnya
kaitan antara pertumbuhan suatu kota dengan perkembangan kegiatan ekonomi,
khususnya perdagangan. Karena transportasi darat pada waktu itu belum selancar
sekarang, maka transportasi air memegang peranan penting sehingga kota-kota
tersebut umumnya berada di tepi pantai atau sungai.
Sebelum zaman pertengahan berakhir beberapa kota di
Eropa sudah berkembang menjadi kota-kota besar yang penting, terutama ditinjau
dari sudut ekonomi perdagangan. London yang teletak di tepi sungai Themes
misalnya telah menjadi tempat penyelenggaraan fair (pekan raya) dalam masa-masa pertama zaman pertengahan.
Amsterdam dan Antwerpen tumbuh di muara sungai Rijn dan Scheldt, Koln tumbuh di
tepi sungai Rijn, Danzig di tepi laut Baltik tumbuh di tepi sungai Weser.Pada
akhir zaman pertengahan yaitu sekitar tahun 1500 Masehi. Pada akhir zaman
pertengahan yaitu sekitar tahun 1500 Mashi, kota-kota tersebut telah memiliki
pelabuhan, galangan-galangan kapal, gudang-gudang, pedagang-pedagang kaya,
bank-bank, pabrik-pabrik sederhana dan menjadi pusat jual beli barang-barang
dari seluruh Eropa dan bahkan mereka membantu beberapa orang raja untuk
menaikkan kekuasaannya. Sebagai gantinya mereka mendapat perlakuan istimewa di
lapangan perdagangan dari raja-raja tersebut.
7.3.3 Perekonomian Nasional
Pada tahap ini produksi dan pertukaran sudah
mengalami kemajuan selangkah lagi dimana hampir semua kegiatan ekonomi
perkotaan dan pedesaan di suatu negara sudah semakin terintegrasi.Begitu pula batas
wilayah kekuasaan antara satu negara dengan negara lainnya sudah semakin
jelas.Peranan pemerintah dalam ekonomi perdagangan dengan demikian menjadi
semakin penting.Zaman ini di Eropa pada masa itu biasa disebut dengan
merkantilisme (1500-1750 Masehi) atau zaman kapitalisme awal.Merkantilisme
adalah suatu paham yang menekankan pentingnya pembentukan suatu negara nasional
yang kuat melalui pemupukan kemakmuran nasional.Dalam pelaksanaannya
pengembangan perekonomian nasional ini dilakukan dalam konteks internasional,
dimana kebijaksanaan perdagangan internasional memperoleh perhatian yang sangat
penting.
7.4
KARL MARX (1818-1883)
Teori Marx ini merupakan reaksi terhadap proses
pertumbuhan ekonomi klasik berdasarkan kapitalisme yang dikemukakan sebelumnya
oleh Adam Smith (1723-1790) dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh David
Ricardo (1772-1823).
Penerapan teori klasik pada tahap-tahap awal
pertumbuhannya di Eropa Barat, terutama di Inggris ternyata telah menimbulkan
kesenjangan ekonomi yang semakin hari semakin melebar, khususnya diantara kaum
kapitalis yang semakin kaya dan kaum buruh yang semakin miskin.Teori klasik
yang menekankan peranan kapital beserta akumulasinya dalam pertumbuhan ekonomi
mendorong para pemilik modal (kapitalis) memaksimumkan penggunaan modal melalui
operasi perusahaan. Selanjutnya dalam mencapai tujuan utama perusahaan, yaitu
laba maksimum, para kapitalis yang sekaligus adalah manejer perusahaan ini,
antara lain berusaha menekan biaya produksi yang salah satu komponen utamanya
adalah upah buruh. Jadi ada pertentangan kepentingan diantara para majikan
dengan buruh.Pertarungan ini berkisar pada masalah penetapan upah, dalam mana
pihak kapitalis berada pada posisi yang lebih dominan. Maka proses pertumbuhan
ekonomi klasik ini cenderung memperlebar jurang pendapatan diantara para
majikan dengan buruh. Para pemilik modal menjadi semakin kata, karena selalu berusaha
memaksimumkan laba dan menginvestasikan lagi keuntungannya, sebaliknya para
buruh semakin melarat, karena selalu mendapat tekanan dari para kapitalis.Maka
konflik diantara kedua kepentingan inilai yang dieksploitasi oleh Marx dalam
merumuskan teorinya.
Menghadapi kenyataan ini Marx menawarkan teori
alternatif, yang pokok isinya adalah membela kepentingan para pekerja dan
meramalkan runtuhnya sistem kapitalis.Teori ini sering disebut teori sosialis
dan dalam perkembangannya melahirkan sistem ekonomi komunis yang banyak
dipraktekkan di negara-negara Eropa Timur, Uni Sovyet, RRC dan di beberapa NT
dan NSB lainnya.
Teori Marxis ini bukan saja menjelaskan fenomena
sejarah perekonomian sebagaimana yang dikemukakan oleh Friedrick List, Karel
Bucher dan Bruno Hilde Brand misalnya, tetapi juga memberikan suatu kerangka
analisis dan saran-saran untuk meruntuhkan sistem kapitalis dan mewujudkan
suatu masyarakat sosialis atau masyarakat komunal modern. Karena lingkupnya
yang demikian luas, yaitu ingin merubah secara mendasar tatanan tatanan ekonomi
dan masyarakat yang sudah berurat berakar, maka pembahasan teori Marx secara
intensif ditempatkan dalam Bab V, yang khusus mengkaji beberapa teori mengenai
pembangunan ekonomi.
Kajian dalam sub bab 3.4 ini lebih ditekankan kepada
penafsiran sejarah dari sudut ekonomi. Secara historis menurut Marx pertumbuhan
ekonomi melalui lima tahapan berikut.[5]
(1) Sosialis
(komunal primitif)
(2) Perbudakan
(3) Feodal
(4) Kapitalis
(5) Sosialis
(komunal modern)
Dari kelima tahapan tersebut Marx melihat adanya
siklus dalam perkembangan masyarakat yaitu mulai dari masyarakat komunal
(primitif) pada tahap pertama dan berakhir kembali pada masyarakat komunal
(modern) pada tahap kelima.Dalam pada itu pada tahap kedua, ketiga dan keempat
ditandai oleh adanya konflik dan perjuangan kelas diantara kelompok-kelompok
yang mempunyai kepentingan yang bertentangan dalam masyarakat yang
bersangkutan.
7.4.1
Masyarakat Komunal Primitif
Masyarakat komunal, dapat didefinisikan sebagai
suatu tatanan masyarakat yang menekankan kepada pentingnya kebersamaan.Jadi
berbeda dengan tatanan masyarakat kapitalis primitif yang lebih menonjolkan
kepentingan individu.Perekonomian primitif ditandai oleh teknologi atau
peralatan kerja yang sifatnya masih sangat sederhana seperti alat-alat yang
berasal dari batu dan sebagainya.Tahap ini identik dengan tahap pertama
(mengembara), kedua (beternak), dan ketiga (bertani) versi Friedrick
List.Perbedaaannya, List melihat dari sisi perkembangan teknik produksi
sementara Marx menekankan kajiannya kepada sisi pemilikan faktor produksi,
yaitu pada tahap ini pemilikan faktor produksi bersifat komunal. Kegiatan
perdagangan belum ada dan kalaupun ada masih bersifat barter dan sangat
terbatas. Pada umumnya orang memproduksi sendiri produk yang mereka perlukan,
dan oleh karena itu juga tidak ada surplus konsumsi di atas produksi atau
sebaliknya.Dengan demikian dapat diduga bahwa kondisi perekonomian pada tahap
ini berada dalam keadaan stabil dengan distribusi pendapatan relatif merata.
Tetapi lama-kelamaan karena kemajuan teknik
produksi, terjadilah perubahan sosial dan pembagian kerja yang semakin jelas,
tegas dan tajam dalam produksi.Pertukaran barang-barang secara berangsur-angsur
terus berkembang dan saling mendorong dengan kemajuan teknik produksi.Semuanya
ini mendorong terjadinya disparitas (kepincangan) dalam distribusi pendapatan
diantara anggota masyarakat yang sekaligus secara berangsur-angsur juga
mengurangi rasa kebersamaan. Dengan kata lain pola kehidupan komunal secara
berangsur-angsur berakhir. Sebaliknya bibit individualisme mulai bersemi.
7.4.2
Masyarakat Perbudakan
Suatu fenomena penting dalam perkembangan teknik
produksi ini adalah terbelahnya produsen ke dalam dua kelompok yang satu sama
lain disamping saling membutuhkan, tetapi dalam prakteknya juga sering
mempunyai kepentingan yang saling bertentangan. Kelompok pertama adalah pemilik
alat-alat produksi dan sekaligus merupakan pihak yang mempekerjakan (majikan).Kelompok kedua adalah pekerja (budak) yang hanya menyediakan
tenaganya.Dalam prakteknya pada masa itu majikan mempunyai kedudukan yang lebih
dominan daripada budak dan mempunyai tendensi untuk menguasai budak tersebut
secara tidak manusiawi untuk kepentingan dirinya sendiri.Sebaliknya, para budak
mempunyai posisi yang sangat lemah sehingga sangat tergantung kepada
majikan.Pendek kata para budak kurang dihargai. Keadaan ini sebenarnya
dilatarbelakngi oleh kenyataan bahwa para budak pada umumnya adalah orang yang
tidak puya (the havenot), kecuali
tenaganya sebaliknya para majikan adalah orang haya (the have). Disamping itu banyak juga budak yang berasal dari
tawanan perang, biasanya berasal dari pihak yang kalah.Dalam kebanyakan
masyarakat memang ada kecenderungan untuk kurang menghargai orang yang miskin
dan orang yang kalah.
Dengan pola hubungan produksi yang semacam itu,
menurut Marx, majikan dapat memperoleh keuntungan yang semakin besar, karena
para budak hanya diberi upah sekedar untuk bisa bekerja dan tidak mati.Tatanan
masyarkat yang semacam inilah yang disebut masyarakat perbudakan. Perubahan
masyarakat ke arah yang semacam ini menandai dimulainya kecenderungan untuk
memberi keuntungan bagi diri sendiri (individual) melalui pengorbanan pihak
lain, dan rasa kebersamaan yang melandasi masyarakat komunal semakin berkurang.
Dalam pada itu pembagian kerja dan tingkat
spesialisasi yang semakin jauh di berbagai sektor produksi, dengan sendirinya
mendorong peningkatan pengetahuan dan keterampilan para budak atau pekerja
serta mendorong mereka untuk memperbaiki alat-alat produksi. Semuanya ini
meningkatkan produktivitas kerja para budak serta kontribusinya dalam proses
produksi. Sementara para tuan tanah tidak berminat memperbaiki alat-alat
produksi terutama karena murahnya tingkat upah atau harga tenaga budak. Hal ini
lama-kelamaan menyadarkan para budak akan kedudukannya dan merasa tidak puas
dengan apa yang diperolehnya dari hubungan produksi yang timpang ini. Maka dari itu permusuhan diantara kedua kelompok
masyarakat ini mulai tampak.
7.4.3 Masyarakat Feodal
Kritik-kritik berbagai kalangan
terhadap praktek perbudakan, akhirnya meluluhlantakkan sistem tersebut. Perang
saudara di Amerika Serikat adalah perang antara pihak yang menginginkan
dihapuskannya perbudakan (terdiri dari negara-negara bagian yang terletak di
belahan utara) dengan pihak yang ingin mempertahankan sistem tersebut (terdiri
dari negara-negara bagian yang terletak di belahan selatan negeri itu). Perang
ini akhirnya dimenangkan oleh pihak utara yang berimplikasi kepada
dihapuskannya di Amerika Serikat. Begitu pula kebanyakan agama, misalnya Islam
sangat menentang praktek-praktek perbudakan yang tidak manusiawi.
Menyusul berakhirnya sistem
perbudakan muncullah suatu bentuk masyarakat baru, yaitu masyarakat feodal,
dimana kaum bangsawan menguasai alat-alat produksi utama pada waktu itu, yaitu
tanah. Masyarakat feodal ini, oleh karena itu terdapat dalam suatu perekonomian
yang agraris, dimana distribusi pemilikan lahan (tanah) sangat timpang.
Sehingga sebagian besar petani tidak memiliki tanah atau hanya memiliki tanah
yang luasnya sangat terbatas sehingga tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri. Oleh karena itu kebanyakan mereka bekerja pada tanah milik orang lain
(pada umumnya tuan tanah yang memiliki tanah yang luas) sebagai buruh tani atau
sebagai penyewa. Para petani atau buruh tani tersebut kebanyakan terdiri dari
para budak yang dibebaskan. Mereka mengerjakan tanah untuk kaum feodal dan
setelah itu baru tanah miliknya sendiri dapat dikerjakan. Seperti halnya dalam
masyarakat perbudakan, kepentingannya satu sama lain saling bertentangan. Kedua
kelas itu adalah: (1) kelas feodal yang terdiri dari tuan-tuan tanah yang lebih
berkuasa dalam hubungan produksi dan sosial itu dan, (2) kelas petani yang
bertugas melayani mereka. Dalam hal ini, menurut Marx, kaum feodal hanya
memikirkan keuntungan saja, sehingga kehidupan selalu tertekan.
Meskipun demikian, dibandingkan
dengan hubungan produksi pada sistem perbudakan hubungan produksi semacam itu
ternyata mendorong adanya perbaikan alat-alat produksi dan kemajuan teknologi
terutama di sektor pertanian. Akibatnya terjadi peningkatan produktivitas dan
jumlah produksi yang sangat berarti sehingga mendorong perkembangan sektor
pertukaran. Pedagang-pedagang baru banyak muncul dan didukung oleh raja-raja yang
kemudian membutuhkan pasar yang lebih luas karena produksi selalu bertambah.
Kaum pedagang mulai menggeser kedudukan kaum bangsawan yang hanya menerima
hasil begitu saja dari hasil keringat para petani.
Dalam perkembangan selanjutnya
para pedagang ini disamping berdagang lama-kelamaan menginvestasikan sebagian
dari keuntunganya dalam usaha processing (pabrik) sehingga lama-kelamaan
terbentuklah apa yang disebut dengan alat produksi kapitalis. Dengan demikian
terbentuklah suatu kelas baru dalam masyarakat yaitu kelas borjuis yang
kapitalistik. Kaum borjuis ini menghendaki dihapuskannya sistem feodal yang
didominasi oleh kaum bangsawan. Kelas borjuis yang memiliki alat-alat produksi
menghendaki pasar buruh yang bebas dan hapusnya tarif dan lain-lain rintangan
dalam perdagangan yang diciptakan oleh kaum feodal.
Demikian kerasnya pertentangan
antara kaum borjuis dan feodal ini, maka di Eropa pada akhir abad ke delapan
belas meletuslah Revolusi Perancis yang dimenangkan oleh kaum borjuis sehingga
revolusi Perancis tersebut disebut juga revolusi borjuis. Peristiwa ini
mempercepat terwujudnya masyarakat kapitalis.
7.4.4
Masyarakat Kapitalis
Lahirnya masyarakat kapitalis
diilhami oleh gagasan Adam Smith yang menggarisbawahi pentingnya peranan
kapital dan akumulasi kapital dalam pertumbuhan ekonomi lewat peningkatan
produktivitas per pekerja. Peningkatan produktivitas per pekerja terjadi karena
tambahan kapital membuka peluang untuk mempertajam tingkat spesialisasi dan
pembagian kerja (specialization division of labor). Disamping itu faktor lain
yang ikut menunjang proses pertumbuhan ekonomi menurut Adam Smith adalah: (a) Pasar yang semakin luas, dan (b) Laba
usaha.
Kedua faktor tersebut saling
berkaitan. Meluasnya pasar membuka kemungkinan untuk inovasi lebih lanjut, dus
menciptakan pembagian kerja yang lebih tajam dan
menambah peluang untuk memacu pertumbuhan laba dan akumulasi kapital. Syarat
utama yang harus dipenuhi untuk memaksimumkan luas pasar menurut Adam Smith
adalah memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada anggota masyarakat dalam
mengelola kegiatan ekonominya.
Dalam kenyataannya lahirnya
masyarakat kapitalis ini berbarengan dengan terjadinya perubahan struktur
ekonomi dari agraris ke industri di Inggris pada akhir abad ke XVIII. Revolusi
industri tersebut didukung oleh kemajuan teknologi produksi yang spektakuler
yang berimplikasi kepada peningkatan skala produksi dan perluasan pasar.
Semuanya ini memerlukan kapital dalam jumlah yang besar, sehingga mendorong
terjadinya proses akumulasi kapital yang intensif sehingga masyarakat menjadi
kapitalistik.
Dampak dari perkembangan yang
semacam itu adalah bahwa masyarakat kembali terbagi dua tetapi dengan corak
yang berbeda dari periode sebelumnya. Kedua
kelompok itu adalah: a) kelas kapitalis, dan b) kelas buruh. Dalam hubungan ini
para kapitalis mempekerjakan kaum buruh, yang dalam hal ini mempunyai posisi
yang relatif lemah terutama karena tidak memiliki alat produksi. Dalam
konstelasi yang semacam itu kaum kapitalis memanfaatkan kelemahan kaum buruh
ini yaitu dengan memberikan tingkat upah yang rendah untuk memaksimumkan
labanya dan mempercepat laju akumulasi kapital. Sementara itu kaum buruh
menjadi semakin melarat. Pertentangan kepentingan ini makin lama makin besar
dan akhirnya timbul pertarungan diantara keduanya yang oleh Marx disebut
perjuangan kelas.
Sementara itu sistem kapitalis
yang mementingkan adanya kebebasan dalam berusaha melahirkan suasana persaingan
yang tajam terutama diantara para kapitalis itu sendiri, baik dalam memasarkan
output maupun dalam membeli input untuk memaksimumkan profitnya. Dalam
persaingan ini nantinya akan semakin banyak kapitalis tersisih, sementara yang
menang jumlahnya akan semakin sedikit tetapi kekayaannya akan semakin besar.
Prosesi ini melahirkan kesenjangan yang sangat besar dalam masyarakat dimana
jumlah orang yang kaya semakin sedikit dengan tingkat kekayaan yang semakin
besar dan jumlah orang miskin menjadi semakin banyak. Tatanan ekonomi
masyarakat menyerupai piramid dengan lapisan masyarakat yang berpendapatan rendah
berada pada bagian bawahnya dan yang paling kaya yang jumlahnya sangat sedikit
bertengger di puncak piramid. Pertarungan ini oleh karena itu, seperti
digambarkan oleh Marx pada akhirnya akan dimenangkan oleh kaum buruh yang
kemudian membentuk masyarakat sosialis atau masyarakat komunal modern.
7.4.5
Masyarakat Sosialis Modern
Seperti halnya dalam masyarakat
komunal primitif, dalam masyarakat komunal modern faktor-faktor produksi adalah
milik bersama (social ownership). Namun berbeda dengan masyarakat komunal
primitif, dalam masyarakat komunal modern alat-alat produksi atau teklogi sudah
jauh lebih maju. Dalam sistem ini semua manusia mempunyai peluang yang sama
untuk maju pada semua bidang kehidupan dan terutama dalam bidang ekonomi.
7.5 COLLIN CLARK
Collin Clark, seorang ahli
ekonomi Inggris modern (1957) mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu
masyarakat melalui tiga tahap berikut:
(1)
Masyarakat
tradisional, dimana sektor pertanian merupakan tempat bekerja dan sumber
pendapatan sebagian besar masyarakat.[6]
(2)
Pada tahap kedua
sektor industri sudah semakin berkembang sehingga menjadi lebih dominan
daripada sektor pertanian.
(3)
Pada tahap ketiga,
yaitu ketika masyarakat sudah berkembang lebih jauh, maka laju pertumbuhan
sektor jasa (tertiary) adalah yang paling tinggi.
Sebagai ilustrasi dapat
digunakan data dalam Tabel 6.1 berikut. Sebagian besar GDP negara-negara berpendapatan rendah
(NBR) berasal dari sektor pertanian. Selanjutnya dengan semakin majunya
perekonomian negara bersangkutan, maka
kontribusi sektor pertanian semakin berkurang, dan sebaliknya kontribusi
sektor industri dan jasa semakin meningkat.
Pada Tabel 7.1 terlihat bahwa sebagian besar (di atas 40 %) GDP NBR
berasal dari sektor pertanian. Keadaan ini mencerminkan dominasi sektor
pertanian dalam perekonomian negara yang bersangkutan seperti yang digambarkan
oleh Collin Clark untuk perekonomian yang berada pada tahap awal
perkembangannya. Pada tahun 1965 kontribusi sektor pertanian terhadap GDP di
Indonesia, misalnya adalah 56 % yang berarti lebih kecil dari empat kali lipat
kontribusi sektor industri yang hanya 13 %. Kontribusi sektor jasa adalah 31
persen yang dengan demikian merupakan kontributor kedua terbesar sesudah sektor
pertanian dengan kontribusi sekitar dua setengah kali sektor industri. Dengan
laju pertumbuhan ekonomi rata-rata 4,3 % per tahun selama periode 1965-1988,
kontribusi sektor pertanian merosot tajam menjadi 24 % pada tahun 1965. Pada
saat yang sama kontribusi sektor industri meningkat tajam hingga mencapai
menjadi 36 % pada tahun 1988, yang berarti meningkat lebih dari tiga kali lipat
dari kontribusinya pada tahun 1965. Sementara itu kontribusi sektor jasa juga
meningkat tetapi tidak secepat laju pertumbuhan kontribusi sektor industri.
Tabel
7.1
Distribusi
GDP di Beberapa Negara Menurut Sektor
1965-1988
Negara
|
GNP
Per Kapita
|
Distribusi
GDP (persen)
|
||||||
US
dollar
1988
|
Pertumbuhan rata-rata
1965-1988
(persen)
|
Pertanian
|
Industri
|
Jasa
|
||||
1965
|
1988
|
1965
|
1988
|
1965
|
1988
|
|||
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
(5)
|
(6)
|
(7)
|
(8)
|
(9)
|
Negara-negara berpendapatan rendah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
1. Bangladesh
|
170
|
0,4
|
53
|
46
|
11
|
14
|
36
|
40
|
2. Nigeria
|
290
|
0,9
|
54
|
34
|
13
|
36
|
33
|
29
|
3. Cina
|
330
|
5,4
|
44
|
32
|
39
|
46
|
17
|
21
|
4. India
|
340
|
1,8
|
44
|
32
|
22
|
30
|
34
|
38
|
5. Indonesia
|
440
|
4,3
|
56
|
24
|
13
|
36
|
31
|
40
|
Negara-negara berpendapatan menengah
|
|
|
|
|
|
|
|
|
6. Mesir
|
660
|
3,6
|
29
|
21
|
27
|
25
|
45
|
54
|
7. Thailand
|
1000
|
4,0
|
32
|
17
|
23
|
35
|
45
|
48
|
8. Brazil
|
2160
|
3,6
|
18
|
9
|
19
|
18
|
63
|
73
|
9. Afrika Selatan
|
2290
|
0,8
|
10
|
6
|
42
|
45
|
48
|
49
|
10. Korea Selatan
|
3600
|
6,8
|
38
|
11
|
25
|
43
|
37
|
46
|
Negara berpendapatan tinggi
|
|
|
|
|
|
|
|
|
11. Inggris
|
12810
|
1,8
|
3
|
2
|
46
|
42
|
51
|
56
|
12. Perancis
|
16090
|
2,5
|
8
|
4
|
38
|
37
|
54
|
59
|
13. Jerman Barat
|
18480
|
2,5
|
4
|
2
|
53
|
51
|
43
|
47
|
14. USA
|
19840
|
1,8
|
3
|
2
|
38
|
33
|
59
|
65
|
15. Jepang
|
21020
|
4,3
|
9
|
9
|
43
|
41
|
48
|
57
|
Sumber: World Development Report, 1990.
Di
negara-negara berpendapatan menengah (NBM) pada tahun 1965 kontribusi sektor
pertanian jauh lebih kecil daripada di NBR meskipun masih lebih tinggi daripada
kontribusi sektor industri. Meskipun demikian sektor jasa sudah mulai
mendominasi perekonomian yaitu dengan kontribusi antara 37 s/d 63 % dari GDP.
Hanya di Korea Selatan kontribusi sektor pertanian (38 %) lebih tinggi daripada
sektor jasa (37 %). Baru pada tahun 1988 kontribusi sektor industri melampaui
sektor pertanian, meskipun masih jauh berada di bawah sektor jasa. Dengan
demikian kondisi di NBM pada tahun 1988 ini sedikit banyaknya sudah memenuhi
kategori tahap kedua perkembangan ekonomi
seperti yang digambarkan oleh Collin Clark, bahwa sektor industri sudah semakin
berkembang sehingga menjadi lebih dominan daripada sektor pertanian.
Selanjutnya di negara-negara berpendapatan tinggi
(NBT) peranan sektor pertanian sudah kecil sekali, yaitu di bawah 10 % pada
tahun 1965 turun menjadi di bawah 5 % pada tahun 1988. sektor jasa berkembang
menjadi kontributor terbesar, kecuali di Jerman Barat, dimana sektor
industrilah yang dominan. Di Jerman Barat
pada tahun 1965 kontribusi sektor industri adalah 53 persen sementara sektor
jasa hanyalah 47 %. Pada tahun 1988 kontribusi sektor industri di negara ini
turun menjadi 51 %, yang dengan demikian sekaligus berarti perkembangan sektor
jasa lebih tinggi daripada laju pertumbuhan sektor industri. Kenyataan
di Jerman Barat ini merupakan indikasi dari negara-negara yang sudah berada
pada tahap ketiga (terakhir) dari tiga tahap pertumbuhan ekonomi suatu negara
yang digambarkan oleh Collin Clark.Namun untuk lebih meyakinkan perhatikan
Tabel 7.2.
Pada periode 1965-1980 di dua NBR yaitu Cina dan
India ternyata laju pertumbuhan sektor jasa adalah yang paling tinggi.Dengan
demikian berarti kedua negara ini sudah berada pada tahap ketiga menurut versi
Collin Clark. Beberapa hal yang dapat dikemukakan sebagai argumen bahwa
pandangan Clark ini benar antara lain adalah bahwa kedua negara ini meskipun
termasuk ke dalam kelompok NBR, namun industri dan teknologinya telah
berkembang pesat. Sebagai bukti kedua negara ini telah berhasil membuat senjata
nuklir dan mengembangkan roket ruang angkasa, dua indikasi penting kemajuan
teknologi suatu negara.Pendapatan perkapita yang rendah barangkali lebih banyak
disebabkan oleh jumlah penduduk yang besar dengan tingkat kepadatan yang tinggi
serta masalah-masalah sosial lainnya. Sementara di Mesir, suatu negara yang
termasuk kelompok NBM juga laju pertumbuhan sektor jasa adalah yang paling
tinggi (9,4 %) dan bahkan jauh lebih tinggi daripada laju pertumbuhan sektor
industri (6,9 %) dan sektor pertanian (2,7 %).
Di NBM ternyata pada umumnya laju pertumbuhan sektor
jasa memang adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua sektor ekonomi
lainnya.Tingginya laju pertumbuhan sektor jasa di Jepang, meskipun pendapatan
perkapita Jepang adalah yang paling tinggi diantara negara yang diteliti ini,
diperkirakan bersumber dari karakteristik budaya Jepang, khususnya budaya
kerja.Bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang gila kerja (workholic), sehingga angka pengagguran
di Jepang, baik yang terbuka maupun yang tertutup (underemployment) adalah relatif rendah.
Tabel 7.2
Laju
Pertumbuhan Tahunan Rata-rata GDP
Beberapa
Negara 1965-1988
Negara
|
Laju Pertumbuhan
Rata-rata
(persen)
|
|||||
Pertanian
|
Industri
|
Jasa
|
||||
1965-80
|
1980-88
|
1965-80
|
1980-88
|
1965-80
|
1980-88
|
|
Negara-negara
berpendapatan rendah
|
|
|
|
|
|
|
1.
Bangladesh
|
1,5
|
2,1
|
3,8
|
4,9
|
3,4
|
5,2
|
2. Nigeria
|
1,7
|
1,0
|
13,1
|
-3,2
|
7,6
|
-0,4
|
3. Cina
|
2,8
|
6,8
|
10,1
|
12,4
|
10,3
|
11,3
|
4. India
|
2,5
|
2,3
|
4,2
|
7,6
|
4,4
|
6,1
|
5. Indonesia
|
4,3
|
3,1
|
11,9
|
5,1
|
7,3
|
6,4
|
Negara-negara
berpendapatan menengah
|
|
|
|
|
|
|
6. Mesir
|
2,7
|
2,6
|
6,9
|
5,1
|
9,4
|
7,3
|
7. Thailand
|
4,6
|
3,7
|
9,5
|
6,6
|
7,6
|
6,8
|
8. Brazil
|
3,8
|
3,5
|
10,1
|
2,6
|
9,5
|
3,1
|
9. Afrika
Selatan
|
-
|
1,7
|
-
|
0,2
|
-
|
2,6
|
10. Korea
Selatan
|
3,0
|
3,7
|
16,4
|
0,2
|
9,6
|
1,3
|
Negara
berpendapatan tinggi
|
|
|
|
|
|
|
11. Inggris
|
-1,6d
|
3,4
|
-0,5d
|
1,9
|
2,2d
|
2,5
|
12. Perancis
|
1,0
|
2,3
|
4,3
|
0,1
|
4,6
|
2,4
|
13. Jerman
Barat
|
1,4
|
1,9
|
2,8
|
0,4
|
3,7
|
2,1
|
14. USA
|
1,0
|
3,2
|
1,7
|
2,9
|
3,4
|
3,3
|
15. Jepang
|
0,8
|
0,8
|
8,5
|
4,9
|
5,2
|
3,1
|
Sumber:
World Development Report, 1990
Note: d adalah data periode 1973-1980
Seperti diketahui sektor industri adalah sektor yang
paling dapat memanfaatkan tenaga kerja secara maksimal, khususnya bila
dibandingkan dengan sektor pertanian dan jasa.Sektor pertanian karena sifat
produksinya sering menyebabkan terjadinya pengangguran tak kentara, misalnya time-lage antara musim tanam dan musim
panen.Hal yang serupa sering pula dijumpai di sektor jasa seperti dalam bidang
transportasi, perbankan, perdagangan dan lain-lainnya dimana sering pemanfaatan
tenaga kerja tidak maksimal. Perbedaanya, bila pengangguran di sektor pertanian
lebih banyak bersumber dari kekakuan faktor-faktor produksi (technological), di sektor jasa lebih
banyak bersumber dari rendahnya permintaan agregatif (low
aggregate demand).
Pada periode 1980-88 di dua NBR
yaitu Bangladesh dan Indonesia, ternyata laju pertumbuhan sektor jasa adalah
yang paling tinggi dan berada di atas rata-rata laju pertumbuhan GDP. Bila
digunakan kriteria Collin Clark, maka berarti kedua negara ini sudah berada
pada jajaran negara maju, sesuatu yang tentu saja tidak sesuai dengan kenyataan
yang datanya diliput oleh Bank Dunia ini.Oleh karena itu disini teori Clark ini
perlu dipertanyakan lebih lanjut. Apakah hal ini merupakan suatu kebetulan,
karena kita hanya memperhatikan data time series dalam rentangan waktu yang
relatif pendek (1980-1988) dan hanya meliputi lima NBR. Atau mungkin karena ada
faktor-faktor khusus.Untuk menjawabnya diperlukan penelitian lebih lanjut dan
intensif.
Selanjutnya di NBM dan NBT masing-masing dijumpai
tiga dari lima negara yang laju pertumbuhan sektor jasanya adalah yang paling
tinggi diantara ketiga sektor tersebut. Di dua negara lainnya meskipun laju
pertumbuhan sektor jasa bukanlah yang tertinggi tetapi bukan pula yang
terendah.Di dua NM, yaitu Inggris dan Jepang laju pertumbuhan yang sektor jasa
bukanlah yang paling tinggi. Di Inggris, justru laju pertumbuhan sektor
pertanian adalah yang paling tigngi, sementara di Jepang laju pertumbuhan
sektor industri (4,9 % per tahun) jauh lebih tinggi daripada laju pertumbuhan
sektor jasa (3,1 % per tahun).
7.6
W.W ROSTOW
Teori tahap-tahap pertumbuhan ekonomi Rostow dapat
dikatakan sebagai reaksi terhadap teori komunis Marx. Hal ini terlihat dari
karya utama Rostow yang berjudul: The
Stages of Economic Growth: A Non-Communist Manifesto.[7]Seperti
analisis Marx, model pertumbuhan ini ternyata jauh lebih berpengaruh kepada
para politisi daripada kepada para teoritisi ekonomi atau sejarawan
profesional.
Rostow yang beradal dari TexasUniversity mengajukan
lima tahap pertumbuhan ekonomi, yaitu:
(1) Masyarakat
Tradisional
(2)
Prakondisi untuk Take-off
(3) Periode
Take-off
(4) Dorongan
menuju kematangan (Drive to Maturity)
(5) Konsumsi
tinggi dan besar-besaran (High-mass
consumption)
Dari kelima tahap tersebut, Take off (lepas landas) merupakan tahap kunci yang didorong oleh
satu atau lebih leading growth sector.[8]
7.6.1 Masyarakat Tradisional
Tahap ini adalah tahap paling awal dari pertumbuhan
ekonomi, yang menurut Rostow mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
(a)
Kebiasaan-kebiasaan
lama menentukan organisasi dan metoda produksi.
(b)
Dampak sains
teknologi terhadap kegiatan ekonomi relatif kecil.
(c)
Masyarakat merasa
tidak memerlukan perubahan.
Ketiga karakteristik utama ini satu sama lain saling
berkaitan sehingga yang satu sering merupakan akibat bagi yang lain.
Organisasi dan Metode Produksi
Pada tahap ini organisasi dan metoda produksi banyak
ditentukan oleh kebiasaan lama, misalnya cara hidup yang sangat dipengaruhi
oleh pikiran-pikiran yang tidak rasional dan hanya didasarkan kepada
kebiasaan-kebiasaan sebelumnya.
Sebagai contoh dapat dikemukakan pandangan bahwa
banyak anak, banyak rezeki.[9]Pandangan
hidup ini menyebabkan suatu rumah tangga tidak perlu merasa khawatir untuk
beranak banyak, sehingga jumlah anak yang mereka miliki relatif banyak dan
melampaui kemampuan mereka untuk memelihara dan mendidiknya.Akibatnya tingkat
kesehatan (baik tingkat kesehatan anak maupun tingkat kesehatan anak) dan
pendidikan masyarakat tradisional ini relatif rendah yang selanjutnya
menghasilkan tenaga kerja yang berproduktivitas rendah pula.Disamping rendahnya
produktivitas jumlah anak yang banyak ini juga memperbesar rasio ketergantungan
(dependency ratio).Rendahnya tingkat
produktivitas serta tingginya rasio ketergantungan ini menyebabkan rendahnya
pendapatan.Kemudian jumlah anak yang banyak ini menyerap sebagian besar
pendapatan yang rendah tersebut terutama untuk memenuhi barang-barang kebutuhan
pokok yang bersifat konsumtif. Bahkan itupun sering tidak mencukupi (dissaving) sehingga peluang untuk
investasi menjadi sangat terbatas, kalau tidak dapat dikatakan tidak ada sama
sekali. Pola hidup yang semacam inilah yang sering menyebabkan masyarakat
tradisional ini terjebak di dalam lingkaran setan kemiskinan (Visicious Circle).[10]
Rasionalitas merupakan salah satu prinsip dari ilmu
ekonomi, oleh karena itu masyarakat yang
tidak rasional memang sukar untuk berpikir ekonomis, yaitu berpikir efisien dan
mengarah kepada kemajuan (pertumbuhan ekonomi). Mereka cenderung hidup boros, tidak efisien serta tidak mempunyai tradisi
menabung yang kuat. Kultur yang semacam ini dapat menjelaskan kenapa pada
masyarakat tradisional banyak dijumpai proyek-proyek yang tidak produktif
seperti: pembangunan candi-candi atau monumen-monumen, pesta penguburan
jenazah, pesta perkawinan, atau untuk perang dan sebagainya.
Di Indonesia juga banyak
terdapat candi-candi yang terpenting diantaranya adalah candi candi Borobudur
dan Prambanan yang dibangun sekitar abad ke IX. Dapat dibayangkan bahwa
pembangunan candi-candi tersebut memerlukan biaya yang sangat besar terutama
dalam bentuk pengorbanan tenaga manusia dengan teknologi yang ada pada masa
itu. Jelas proyek ini tidak ekonomis, meskipun dari segi sosial budaya proyek
tersebut mempunyai nilai yang sangat tinggi. Pada tahun 1980-an atau seribu
tahun kemudian, candi tersebut direnovasi dan daerah di sekitarnya dikembangkan
menjadi kawasan wisata yang salah satu sasarannya adalah untuk menjaring devisa
dan mengembangkan perekonomian di sekitar kawasan tersebut.
Di Indonesia pada masa
pemerintahan Orde Baru (sejak tahun 1966) kebiasaan-kebiasaan yang kurang
produktif ini juga banyak dijumpai terutama di daerah pedesaan.[11] Misalnya, masih banyak dijumpai penggunaan dana inpres
desa yang tidak produktif dan lebih bersifat monumental, seperti untuk
membangun batas desa atau tugu-tugu peringatan.[12] Praktek-praktek semacam ini pernah dikritik tajam oleh
Menteri Dalam Negeri Rudini pada tahun 1990.
Sains
dan Teknologi
Sikap rasional berkorelasi
positif dengan kemajuan sains dan teknologi. Semakin rasional masyarakat
semakin cepat kemajuan sains dan teknologi di dalam masyarakat tersebut,
sebaliknya semakin tidak rasional masyarakat, semakin sulit sains dan teknologi
berkembang di dalam masyarakat tersebut. Jadi rasionalitas merupakan tanah
tempat tumbuh tanaman sains dan teknologi. Masyarakat yang memiliki sifat-sifat
yang rasional merupakan ladang yang subur bagi tanaman sains dan teknologi.
Kalaupun masyarakat tradisional
ini tidak dapat mengembangkan sains dan teknologinya sendiri, maka sebenarnya
mereka dapat mengimpornya dari negara-negara lain yang lebih maju. Akan tetapi,
hal ini sulit dilakukan karena pendapatan mereka yang sangat rendah, sehingga
mereka tetap saja bodoh dan teknologi
mereka tetap saja terbelakang. Oleh karena itu dampak sains dan teknologi
terhadap kegiatan ekonomi relatif kecil sehingga produktivitas sulit
ditingkatkan.
Rendahnya tingkat penguasaan
sains dan teknologi juga menyebabkan struktur perekonomian tetap agraris,
karena sektor pertanian tradisional ini belum menuntut teknologi yang begitu
tinggi. Sekitar 75 persen dari penduduk yang bekerja melakukan pekerjaan di
sektor pertanian dengan sebagian besar pendapatan mereka berasal dari sektor
ini.
Masyarakat
Merasa Tidak Memerlukan Perubahan
Masyarakat tradisional adalah suatu masyarakat yang statis, karena mereka merasa tidak
memerlukan perubahan.Sehubungan dengan itu masyarakat ini ditandai pula oleh
relatif lambannya mobilitas sosial, dalam arti kedudukan seseorang dalam
masyarakat tidak banyak berbeda dengan kedudukan orang tuanya. Jadi, misalnya
bagi anak seorang buruh tani kecil sekali kemungkinannya untuk menjadi tuan
tanah.
Struktur masyarakat tradisional cenderung bersifat
hierarkis (bertingkat), dimana hubungan darah dan keluarga memainkan peranan
yang menentukan.Kekuasaan politik terpusat di daerah, ditangan bangsawan
pemilik tanah yang didukung oleh sekelompok serdadu dan pegawai negeri. Bahkan
di negara dengan sistem pemerintahan sentralisasipun di daerah-daerah juga
terdapat pusat kekuasaan politik sehingga para tuan tanah di daerah, misalnya,
dapat mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah pusat.
7.6.2 Prakondisi
untuk Take-off
Tahap kedua adalah tahap transisi dari tradisional
ke take-off. Pada tahap ini prasyarat-prasyarat untuk take-off dibangun atau atau tercipta. Di
negara-negara Eropa Barat prasyarat-prasyarat ini diciptakan secara
perlahan-lahan, yaitu sekitar akhir abad XV dan awal abad XVI, yaitu pada waktu
abad pertengahan berakhir dan abad modern dimulai.
Dari segi prasyarat yang harus dipenuhi untuk masuk
ke tahap ini Rostow membedakan dua kategori negara berdasarkan sistem
masyarakatnya:
a. Negara
yang harus merombak sistem masyarakatnya yang tradisional. Tipe ini dialami
oleh kebanyakan negara-negara Asia, Timur Tengah dan Afrika
b. Negara-negara
yang tidak perlu merombak sistem masyarakatnya, yaitu Amerika Serikat, Kanada,
Australia dan Selandia Baru. Negara-negara ini tidak perlu merombak sistem
masyarakatnya, karena sebagian besar penduduk negara-negara ini berasal dari
Eropa Barat yang sudah lebih dulu berkembang, dan oleh karena itu sudah
memiliki sifat-sifat yang diperlukan untuk berada pada tahap “Prakondisi untuk
Take off”. Perhatikan bahwa negara-negara ini adalah bekas jajahan Inggris dan
hingga kini menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resminya.
Adapun karakteristik masyarakat
atau negara yang berada pada tahap ini antara lain adalah sebagai berikut:
(a)
Sikap mental
tradisional masyarakat secara perlahan-lahan mulai berkurang
(b)
Saving dan
investasi meningkat secara teratur dan mendasar serta melampaui laju
pertumbuhan penduduk
(c) Introduksi teknologi maju
(d) Munculnya
pahma nasional sebagai reaksi terhadap internvensi dan dominasi asing
Keempat karakteristik ini satu
sama lain saling berkaitan, namun untuk lebih jelaskannya akan dibahas satu
persatu.
Berkurangnya Sikap Mental
Tradisional
Pada tahap ini sikap mental
tradisional secara perlahan-lahan mulai berkurang. Proses ini biasanya diawlai
dengan munculnya kelompok elit baru yang mempunyai gagasan bahwa modernisasi
ekonomi adalah sesuatu yang mungkin dan bahkan sangat didambakan. Kemajuan
ekonomi merupakan syarat penting untuk mencapai tujuan lain yang dianggap
terbaik, misalnya kebanggaan nasional, keuntungan pribadi, kesejahteraan umum,
atau kehidupan yang lebih baik bagi anak cucu. Kelompok elit baru ini mau
bekerja keras, meningkatkan tabungan dan mengambil resiko dalam mengejar
keuntungan modernisasi.
Sebagian anggota masyarakat
sudah mulai berpikir rasional menyusul semakin meluasnya pendidikan,
sekurang-kurangnya bagi beberapa orang tertentu. Perkembangan sektor pendidikan
ini adalah untuk memenuhi berbagai kebutuhan dalam kehidupan modern.
Sebagai ilustrasi dapat
dikemukakan contoh Indonesia. Pada tahun 1921 untuk pertama kalinya di Bandung
didirikan sebuah perguruan tinggi teknik oleh pemerintah Belanda, yaitu
Technische Highschool, yang salah satu tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan
terhadap tenaga insinyur teknik yang semakin meningkat pada waktu itu Ir.
Soekarno yang kemudian menjadi proklamator kemerdekaan dan presiden pertama
Republik Indonesia adalah salah seorang alumni perguruan tinggi tersebut.
Perguruan tinggi tersebut terus berkembang dan kemudian menjadi ITB, salah satu
perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Setelah itu sampai menjelang
kemerdekaan beberapa pendidikan tinggi lainnya berdiri pula di beberapa kota
besar lainnya di Indonesia seperti kedokteran, hukum dan sastra di Jakarta,
pertanian di Bogor, kedokteran hewan di Surabaya dan fakultasekonomi di Ujung
Pandang. Sdangkan pendidikan pada tingkat yang lebih rendah seperti SLTA, SLTP
dan SD sudah berkembang lebih dulu maupun oleh pribumi Indonesia dan bahkan
oleh golongan etnis Cina. Sementara itu beberapa putra terbaik Indonesia juga
banyak yang menuntutkan ilmu ke luar negeri atau ke negara-negara yang lebih
maju terutama Belanda. Dalam perjalanan sejarha selanjutnya alumni-alumni
perguruan tinggi ini, baik lulusan domestik maupun lulusan luar negeri
merupakan para founding father bagi republik Indonesia. Bahkan sebagian besar
dari founding father tersebut adalah para lulusan perguruan tinggi (sarjana).
Lebih jauh lagi, sepanjang sejarahnya, mayoritas anggota kabinet dalam
pemerintah Indonesia adalah sarjana.
Lahirnya sektor pendidikan
modern di Indonesia ini tidak terlepas dari kontak yang terjadi dengan dunia
luar, khususnya dengan negeri Belanda yang telah menjajah Indonesia selama
ratusan tahun. Indikasi ini diperkuat pula oleh kenyataan bahwa
perguruan-perguruan tinggi tersebut didirikan di kota-kota besar yang merupakan
pula konsentrasi-konsentrasi kekuasaan Belanda di Indonesia pada masa itu.
Peningkatan Saving dan Investasi
Pada periode ini bank-bank dan
lembaga-lembaga keuangan bermunculan seiring dengan meningkatnya saving dan
investasi secara teratur dan mendasar hingga melampaui laju pertumbuhan
penduduk.
Pertumbuhan sektor perbankan/
lembaga keuangan, saving, investasi dan pendapatan masyarakat saling menunjang.
Perkembangan sektor perbankan/ lembaga keuangan, memberikan kemudahan kepada
masyarakat untuk menabung dan memperoleh dana yang diperlukan untuk invetasi
sehingga memacu peningkatan saving, investasi dan pendapatan masyarakat.
Perkembangan saving, investasi dan pendapatan masyarakat sebaiknya memperluas
permintaan terhadap jasa-jasa perbankan/ keuangan. Begitu pula peningkatan
pendapatan masyarakat membuka peluang untuk meningkatkan saving, investasi dan
lembaga-lembaga keuangan/ perbankan. Interaksi keempat komponen ini secara
bersama-sama memungkinkan pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
Sebagai ilustrasi perhatikan
kasus Indonesia berikut. Bank pertama di Indonesia (pada waktu itu Nederland
Indie) didirikan pada tahun 1827[13], yaitu De Javasche
Bank N.V. Pada tahun 1951 pemerintah Indonesia mengambil alih bank ini, dan
dikembangkan menjadi Bank Indonesia (BI) yang hingga kini menjadi bank sentral
di Indonesia. Sejak tahun 1827 tersebut jumlah bank di Indonesia terus
meningkat seiring dengan meningkatnya kegiatan ekonomi pada masa itu hingga
menjelang Perang Dunia II tidak kurang dari 20 buah. Bank-bank tersebut
kebanyakan milik bangsa asing, seperti Belanda, Inggris dan bahkan Cina.
Bank-bank milik pribumi diantaranya adalah Bank Nasional Abuan Saudagar, yang
didirikan pada tahun 1932 di Bukittinggi, N.V Bank Boemi di Jakarta dan Bank
Nasional Indonesia di Surabaya.
Rostow menyarankan supaya
investasi pemerintah diarahkan kepada perluasan Social overhead capital (prasarana produksi) terutama untuk membangun
jaringan transportasi. Pengembangan jaringan transportasi ini sangat besar
peranannya dalam memperluas pasar, menggarap sumber daya alam secara lebih
produktif, dan untuk memungkinkan negara memerintah secara lebih efektif.
Kebijaksanaan ini juga membantu terwujudnya stabilitas politik dan integrasi
nasional, yang merupakan prasyarat pula bagi pertumbuhan ekonomi selanjutnya.
Seperti diketahui sebagian
besar NT memiliki keunggulan komparatif dalam sumber daya alam sehingga potensi
ekspor mereka terletak pada produk-produk primer yang meliputi berbagai rupa
bahan tambang, kehutanan dan produk-produk pertanian lainnya. Untuk mengelola
sebagian besar dari potensi sumber daya alam ini biasanya diperlukan modal yang
relatif besar dengan teknologi yang relatif tinggi, yang keduanya biasanya
tidak dapat dipenuhi oleh sebagian besar NT. Oleh karena itu eksploitasi sumber
daya alam ini biasanya dilakukan melalui kerjasama dengan negara lain yang
lebih maju. Dengan kata lain NT tersebut mengundang masuknya modal asing baik
berupa PMA swasta murni maupun melalui proyek patungan dengan modal pribumi
baik swasta maupun pemerintah. Hasil produknya biasanya juga sebagian besar
diekspor. Disamping itu adalagi pola kerjasama production sharing atau bagi hasil, dimana pemerintah NT menerima
sebagian dari hasil produksi yang dihasilkan oleh Perusahaan Asing tersebut
sebagai kompensasi atas izin yang diberikannya. Dapat pula dicatat bahwa
investor asing tersebut biasanya berupa perusahaan besar yang lebih dikenal
dengan sebutan Multi Nasional Corporation
(MNC) atau Trans NationalCorporation
(TNC).
Oleh karena menggunakan
teknologi dan tenaga profesional berkualitas tinggi dari negara maju ini, maka
pengelolaan sumber daya alam ini biasanya efisien dan efektif. Maka efisiensi
dan efektivitas dalam pengelolaan sumber daya alam ini diharapkan dapat meningkatkan
ekspor dan penerimaan devisa yang kemudian dapat digunakan lagi untuk
memperluas impor termasuk impor barang modal. Dengan demikian investasi dapat
terus ditingkatkan.
Pengenalan Teknologi Maju
Berkurangnya sikap mental
tradisional, kemudian dalam bidang pendidikan serta peningkatan saving dan
investasi merangsang berkembangnya usaha-usaha untuk memperbaiki serta
memperkembangkan lebih lanjut alat-alat dan metode produksi. Penyebaran
teknologi maju ini diiringi oleh berbagai rupa kegiatan pelatihan atau training
untuk menggunakannya. Akibatnya, bermunculanlah berbagai rupa lembaga-lembaga
pendidikan nonformal/ kursus-kursus keterampilan, baik yang diselenggarakan
oleh pemerintah maupun swasta. Adapun tujuannya adalah untuk mengenalkan
teknologi baru kepada para pekerja melalui paket kegiatan pelatihan dan
penataran. Dengan demikian lembaga-lembaga pendidikan nonformal ini merupakan
pelopor penyebaran teknologi maju ke dalam masyarakat.
Berkembangnya Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan yang
biasanya muncul sebagai reaksi terhadap intervensi dan dominasi asing,
berfungsi sebagai kekuatan potensial dalam melahirkan masa transisi tersebut.
Di Jepang, misalnya bukan
hasrat untuk mendapatkan keuntungan besar atau barang-barang pabrik baru yang mendorong
diambilnya keputusan melakukan modernisasi, tetapi karena pengaruh Perang Candu
di Cina pada awal 1940-an dan kehadiran 7 kapal perang komodor Perry sepuluh
tahun kemudian.
Di Indonesia yang sejak awal
abad XVII mulai dijajah oleh Belanda, pada abad ke XIX mulai muncul berbagai
gerakan kebangsaan untuk menentang kekuasaan Belanda. Pada awal abad XX gerakan
kemerdekaan tersebut semakin terorganisir dan terarah dan semakin intensif masa
penjajahan Jepang (1942-1945) berakhir. Cita-cita perjuangan kemerdekaan itu
kemudian dirumuskan sedemikian rupa dengan tujuan akhirnya adalah untuk
mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur.
7.6.3 Periode
Take-off
Menurut Rostow waktu yang
diperlukan dalam periode ini berkisar antara 20 sampai dengan 30 tahun. Untuk take off
suatu negara harus memenuhi tiga syarat (karakteristik) berikut.[14]
(a) Investasi
Netto meningkat sekitar dua kali lipa hingga menjadi di atas 10 persen dari GNP
atau pendapatan nasional
(b) Berkembangnya
satu atau beberapa sektor (industri) manufaktur penting dengan laju pertumbuhan
yang tinggi
(c) Hadirnya
secara cepat suatu kerangka politik, sosial dan organisasi yang menampung
hasrat ekspansi di sektor modern dan menumbuhkan daya dorong kepada pertumbuhan
Ketiga syarat tersebut satu sama lainnya saling
berkaitan dan selanjutnya akan dibahas satu per satu.
Tingkat Investasi Netto melebihi 10
persen dari GNP
Untuk take off suatu perekonomian memerlukan tingkat investasi yang
relatif tinggi yaitu minimal 10,5 persen dari pendapatan bersih nasional (Net National Income = NNI).
Laju pertumbuhan investasi yang tinggi ini memungkinkan laju pertumbuhan
pendapatan nasional melampaui laju pertumbuhan penduduk sehingga pendapatan per
kapita masyarakat akan meningkat. Untuk lebih jelasnya perhatikan ilustrasi
berikut:
Diketahui: (1) ICOR pada tahap awal pembangunan 3,5
(2) Laju pertumbuhan penduduk:
a.
Skenerio 1 = 1,0
%
b. Skenerio 2 =
1,5 %
c. Skenerio 3
= 2,0 %
Pertanyaan:
Berapa
investasi yang diperlukan setiap tahunnya untuk:
(1) Mempertahankan
pendapatan per kapita
(2)
Meningkatkan
pendapatan per kapita:
a.
2 % per-tahun
b. 5 % per- tahun
Solusi: ICOR = ΔK/ΔY ………………….(1)
Karena ΔK = I, maka,
ICOR = I/ΔY …………………….(2)
atau
I = ICOR (ΔY) …………………..(3)
Dimana ΔY adalah tambahan income secara
absolut. Sedangkan tambahan income
dalam bentuk persentase dapat diekspresikan dengan persamaan berikut:
ΔY /Y = y …………………………(4)
dimana y adalah laju pertumbuhan laju pertumbuhan ekonomi.
Bila persamaan (4)
diintegrasikan kepada persamaan (3) maka diperoleh:
I = ICOR (yY) … …………… ……(5)
(1) Investasi yang
Investasi yang diperlukan untuk mempertahankan
Pendapatan Per-kapita
Bila pendapatan per kapita hendak dipertahankan, maka NNI
negara tersebut harus meningkat secepat laju pertumbuhan penduduk, yang
berarti y = n.
a.
Skenerio 1 (y = n = 1,0 %)
Dengan menggunakan persamaan (5) maka besarnya
investasi yang diperlukan setiap tahunnya untuk mempertahankan pendapatan
perkapita bila jumlah penduduk meningkat rata-rata 1,0 % per tahun, adalah:
I = ICOR (yY) = 3,5 (1,0 % x Y) =
3,5 % Y
yang
berarti setiap tahun perlu dilakukan investasi secara teratur sebesar 3,5% dari
pendapatan nasional bersih. Dengan kata-kata lain untuk mempertahankan tingkat
kemakmuran suatu negara yang menghadapi laju pertumbuhan penduduk 1,0 % per
tahun, setiap tahunnya perlu dilakukan investasi secara teratur sebesar 3,5 %
dari pendapatan bersih masyarakatnya.
b. Skenerio 2 (y
= n = 1,5 %)
Bila laju pertumbuhan penduduk
(n) adalah 1,5%, maka I = 3,5 (1,5 % x Y) = 5,25 %. Artinya, untuk
mempertahankan tingkat kemakmuran masyarakat yang menghadapi laju pertumbuhan
penduduk 1,5 % per tahun, setiap tahunnya diperlukan investasi secara teratur
sebesar 5,25 % dari pendapatan bersih masyarakat itu.
c.
Skenerio 3 (y
= n = 2,0 %)
Bila laju pertumbuhan penduduk 2,0 % per tahun
seperti yang dialami Indonesia selama periode 1980-1990, maka untuk
mempertahankan tingkat NNI per kapita diperlukan investasi secara teratur
setiap tahunnya sebesar 3,5 x 2,0 % Y = 7,0
% dari pendapatan bersih masyarakat.
(2) Investasi
yang diperlukan untuk meningkatkan Pendapatan Per-kapita
Bila tingkat kemakmuran hendak
ditingkatkan, maka laju pertumbuhan ekonomi harus melampaui laju pertumbuhan
jumlah penduduk (y > n), seingga investasi yang diperlukan lebih besar lagi.
Formulasinya adalah:
I = ICOR (y + n) Y ……………………….(6)
Persamaan (6) adalah
pengembangan dari persamaan (5) yaitu dengan menjumlahkan y dengan n.
a.
Skenerio 1 (n = 1,0 %; y = 2,0 %)
Dengan menggunakan persamaan (6), maka besarnya
investasi yang diperlukan adalah 3,5
(2,0 % + 1,0 %) Y = 10,5% dari pendapatan nasional. Jadi dalam suatu negara
yang menghadapi laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,0 % per tahun, maka untuk
menaikkan pendapatan per-kapita sebesar 2,0 % per-tahun diperlukan investasi
secara teratur setiap tahunnya sebesar 10,5% dari pendapatan nasional.
Perhatikan dengan dasar inilah Rostow mengemukakan perlunya investasi dinaikkan
menjadi minimal 10,5% dari pendapatan nasional untuk memungkinkan perekonomian
Negara tersebut take-off.
b.
Skenerio 2 (n =
1,5 % ; y = 2,0 %)
Bila laju pertumbuhan penduduk 1,5 % per tahun, maka
untuk menaikkan pendapatan per kapita sebesar 2,0 % per tahun, diperlukan
investasi secara teratur setiap tahunnya sebesar 3,5 x 3,5 % Y = 12,25 % dari pendapatan nasional.
Kasus yang diterangkan oleh Rostow ini didasarkan
pada anggapan bahwa COR dan laju
pertumbuhan penduduk konstan. Pengaruh perubahan tenaga kerja dan perbaikan
teknologi pada pendapatan nasional, dengan demikian tidak dipertimbangkan. Akan
tetapi selama tinggal landas COR cenderung menurun diikuti dengan perubahan
pola investasi, dan kenaikan proporsi investasinetto
terhadap pendapatan nasional meningkat dari 5,0 % menjadi lebih dari 10,0 %,
yang berarti melampaui laju pertumbuhan penduduk.
Laju pertumbuhan investasi yang relatif tinggi itu
antara lain dapat dicapai dengan seperangkat langkah-langkah berikut:
Pertama, menginvestasikan
kembali secara terus menerus keuntungan yang didapat oleh unit-unit usaha
atau sektor-sektor ekonomi yang mengalami pertumbuhan yang pesat.
Kedua, meningkatkan tabungan
masyarakat melalui pengembangan sistem keuangan, moneter dan perbankan.
Ketiga,
merangsang berkembangnya inovasi.
Perkembangan Sektor-sektor Penting
Syarat take
off yang kedua adalah perkembangan salah satu atau beberapa sektor penting
(leading sectors) di dalam
perekonomian. Rostow menganggap perkembangan sektor penting itu sebagai tulang
punggung analitis dari tahap pertumbuhan ekonomi tersebut. Pada era take off
Rostow membagi suatu perekonomian menjadi 3 sektor, yaitu:
Pertama, sektor pertumbuhan utama (leading growth sector) yaitu kegiatan
perekonomian yang menciptakan pertumbuhan yang pesat dan dapat berekspansi ke
berbagai sektor lain dalam perekonomian itu. Pertumbuhan yang pesat ini
dimungkinkan oleh adanya inovasi.Leading
growth sector ini di berbagai negara berbeda-beda. Di Inggris, misalnya
tekstil, katun, sementara di Amerika Serikat, Perancis, Rusia, Jerman dan
Kanada adalah jaringan jalan kereta api. Di Swedia
industri perkayuan dan di Jepang industri sutra. Di Indonesia minyak dan gas
bumi.
Kedua, sektor pertumbuhan suplementer (supplementary growth sector),
yaitu sektor yang berkembang pesat sebagai akibat langsung dari pertumbuhan
sektor primer. Misalnya pembangunan sistem perkereta-apian (sektor primer)
merangsang perluasan industri di bidang besi, batu bara dan baja. Dalam kasus ini industri besi, batu bara dan baja adalah
sektor suplementer.
Ketiga, sektor pertumbuhan
turunan atau terkait (derivativegrowth
sector), yaitu sektor yang berkembang seirama dengan kenaikan pendapatan,
penduduk dan produksi sektor industri atau beberapa variabel lain yang secara
keseluruhan meningkat agak cepat. Misalnya industri
makanan dan perumahan yang erat kaitannya dengan penduduk.
Menurut Rostow, laju
pertumbuhan leading sector ini
tergantung kepada 4 dasar.
Pertama, harus ada pengenalan
fungsi produksi baru dan perluasan kapasitas di sektor-sektor tersebut.
Ketiga, harus ada keuntungan
investasi dan modal lebih dulu yang memadai untuk take-off pada sektor-sektor
penting ini.
Keempat, sektor-sektor penting
harus mendorong perluasan output di sektor lain melalui transformasi teknik.
Manfaat eksternal yang
ditimbulkan oleh leading growth
sector ini selanjutnya mendorong sisi permintaan pada sektor-sektor lainnya
yang terkait dengan leadingsector
ini. Akibatnya, terdapat kenaikan laju pertumbuhan output yang berkelanjutan (sustainable growth), yang oleh Rostow
disebut self-sustaining. Sustainable Growth adalah suatu transisi
permanen dari laju pertumbuhan yang rendah atau tidak ada pertumbuhan sama
sekali kepada laju pertumbuhan yang sehat sebagaimana halnya di NM. Transisi
permanen ini terjadi karena kekuatan-kekuatan yang berasal dari dalam negeri
sendiri, yang terlihat dalam interaksi antara satu atau beberapa leading growth sectors dengan sektor-sektor
lainnya dalam perekonomian yang bersangkutan. Untuk lebih jelasnya perhatikan
Gambar 7.1.
Gambar
7.1 Hypothesis Rostow mengenai laju
pertumbuhan
ekonomi suatu negara
Dalam Gambar 6.1 periode take off
adalah antara t1 dan t2, dimana terjadi akselerasi dalam
laju pertumbuhan dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mempunyai laju
pertumbuhan yang lebih rendah kepada periode selanjutnya yang mengalami laju
pertumbuhan yang lebih tinggi dan stabil (self
sustained).
Kerangka
Budaya yang Mendorong Ekspansi
Persyaratan take
off yang terakhir adalah hadir atau munculnya kerangka budaya yang
mendorong perluasan sektor modern. Syarat penting untuk itu adalah kemampuan
perekonomian untuk meningkatkan tabungan dari pendapatan yang semakin
meningkat.Hal ini diperlukan untuk meningkatkan permintaan efektif terhadap
barang-barang manufaktur, dan kemampuan untuk menciptakan manfaat eksternal
melalui ekspansi leading growth sector.
Menurut Rostow untuk take off suatu
masyarakat memerlukan seperangkat prasyarat besar-besaran, sampai ke jantung
ekonomi, politik dan tatanan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat
tersebut. Dalam tahap ini, orang-orang yang ingin mempermodernkan perekonomian
(kelompok elit) biasanya meraih kemajuan yang pesat dan nyata dalam bidang
sosial, ekonomi dan budaya dibandingkan dengan kelompok tradisional.Secara
keseluruhan, kelompok elit ini mendorong masyarakat untuk menyebarluaskan
rahasia teknologi modern ke luar sektor yang telah dipermodernkan selama masa take-off tersebut.[15]
Proses Take-off
Tahap take-off ini dapat dijelaskan dengan menggunakan Gambar7.2. Pada Gambar 7.2, sumbu horizontal
menggambarkan pendapatan nasional (NNI), sumbu vertikal menggambarkan jumlah saving (S), investasi netto (I) dan kapital (K). Garis miring
K0Y0 dan K1Y1 adalah ratio antara
kapital dengan output (COR). Keduanya
digambarkan sejajar untuk menunjukkan adanya rasio yang konstan diantara
kapital dengan output yaitu 0K0/0Y0 = 0K1/0Y1.
Selanjutnya TY0/Y0Y1 adalah rasio kapital
dengan output marginal (ICOR).
Semula, pada masa pra-take-off masyarakat mempunyai kurva saving yang mendatar dan
kurva COR yang sangat curam.Kurva saving yang landai menandaikan bahwa orang
yang hanya menyisihkan sebagian kecil dari pendapatannya untuk saving,
sedangkan kurva COR yang curam menunjukkan angka COR yang sangat tinggi. COR
yang tinggi mencerminkan keterbelakangan dan kurang efisiennya investasi. Pada
periode waktu 0, begitu investasi netto 0I0 dilakukan investasi ini
akan meningkatkan stok modal yang menjadi produktif dalam jangka waktu 1 dan
menaikkan Y menjadi 0Y1. Kemudian pada tahap take-off, pada saat investasi 0I1 (=Y1T1)
terjadi, ransangan terhadap pertumbuhan modal produktif tersebut lebih cepat
lagi sehingga COR turun menjadi T1Y1/Y1Y2.
Sebagai akiabtnya, pola investasi berubah dan kurva COR yaitu T1Y2
menjadi lebih datar. Y naik menjadi 0Y2 yang selanjutnya menaikkan
investasi menjadi0I2 (=Y2T2). Dengan kenaikan
ini berarti perekonomian telah take-off,
dan jika pertumbuhan demikian berlanjut ia menjadi swadaya (self sustained).
Jadi take-off
itu didahului oleh suatu rangsangan atau dorongan kuat, seperti misalnya
perkembangan suatu sektor penting atau revolusi politik yang membawa perubahan
mendasar dalam proses produksi, atau kenaikan proporsi investasi netto menjadi
lebih dari 10,0 persen dari GNP yang melampaui laju pertumbuhan penduduk.
Perkiraan Rostow mengenai jangka waktu take-off yang dilalui oleh beberapa
negara dikemukakan dalam Tabel 7.3. Inggris memasuki periode take-off pada akhir abad ke XVIII yaitu
pada saat dimulainya Revolusi Industri dan sekaligus merupakan awal berdirinya
ilmu ekonomi. Seperti diketahui Inggris adalah negara tempat lahirnya revolusi
industri dan sekaligus ilmu ekonomi. Pada periode tersebut di Inggris,
disamping lahirnya ilmu ekonomi juga terdapat beberapa kemajuan yang sangat
mendasar dalam bidang sains dan teknologi, misalnya ditemukannya mesin uap,
kapal api, kereta api, mesin pintal benang serta beberapa kemajuan teknik produksi
terutama dalam industri tekstil.
Gambar 7.2 Proses Take-off
Pada saat di Inggris sedang terjadi revolusi
industri (revolusi ekonomi), di Perancis berlangsung pula suatu revolusi sosial
yang lebih dikenalkan dengan sebutan revolusi Prancis.Revolusi Perancis
memberikan perubahan-perubahan yang sangat besar terhadap sikap mental
masyarakat serta institusi-institusi yang ada di negara itu.Seperti diketahui
perubahan struktur dan tatanan masyarakat ini merupakan prasyarat atau
prakondisi yang diperlukan dalam tahap take-off.
Tabel 7.3
Daftar
Kronologis Periode Take-off Beberapa Negara
Negara
|
Periode Take-off
|
Negara
|
Periode
|
Inggris
|
1783-1802
|
Jepang
|
1878-1900
|
Perancis
|
1830-1860
|
Rusia
|
1890-1914
|
Belgia
|
1833-1860
|
Kanada
|
1896-1914
|
Amerika Serikat
|
1843-1860
|
Argentina
|
1935
|
Jerman
|
1850-1873
|
Turki
|
1937
|
Swedia
|
1878-1900
|
India
|
1952
|
Sumber: Rostow, The Stages of Economic Growth
(Cambridge: University Press, 1965). P. 38
Dari kedua negara Eropa Barat ini, kemudian kemajuan
ekonomi berkembang ke negara-negara lainnya.Mula-mula ke negara-negara
sekitarnya, dan kemudian menjalar ke negara-negara jajahannya di benua Amerika
dan Asia.
Beberapa negara sudah memasuki tahap take-off seperti: Argentina (1935),
Turki (1937), dan India (1952), akan tetapi hingga sekarang ketiga negara
tersebut belum menyelesaikan proses take-offnya. Terlambatnya periode take off ini terutama disebabkan
oleh rumitnya kerangka kultural dan budaya masyarakat di negara-negara
bersangkutan. Indonesia di dalam GBHN direncanakan akan memasuki periode take-off
ini pada Repelita Keenam (1994/1995-1998/1989).
7.6.4 Periode Menuju Kematangan (Drive to Maturity)
Periode ini memerlukan waktu sekitar 40 atau 50
tahun. Karakteristik suatu perekonomian yang berada dalam periode ini adalah
sebagai berikut:
(a) Teknologi
produksi sudah matang
(b) Rentangan
produksi semakin meluas
(c) Struktur
dan keahlian tenaga kerja mengalami perubahan
(d) Kepemimpinan
dunia usaha mengalami perubahan
(e)
Adanya gejala
kebosanan masyarakat terhadap kemajuan industrialisasi
Kelima karakteristik ini satu
sama lain saling berkaitan dimana yang satu merupakan akibat dari yang lain.
Kematangan Teknologi
Teknologi modern sudah mulai menyebar ke seluruh
sisi perekonomian.Rostow memberikan tahun-tahun simbolik kematangan teknologi (technological maturity) pada beberapa
negara berikut (Tabel 7.4).
Dalam tahap ini leading
sectorbaru mulai muncul menggantikan leading
sector lama yang sudah mulai mundur. Leading sector pada tahap ini sifatnya
ditentukan oleh: (a) kemajuan teknologi, (b) kekayaan alam, (c) sifat-sifat tahap tinggal landas yang
berlaku, serta (d) bentuk kebijaksanaan pemerintah.
Menurut Rostow corak perubahan leading sector di beberapa negara maju
sekarang ini pada tahap menuju kematangan, berbeda dengan tahap take off. Sebagai contoh
di Inggris, pada tahap take off, leading sector adalah industri tekstil,
kemudian pada tahap menuju kematangan digantikan oleh industri baja, kapal,
batu bara serta alat-alat teknik berat. Di Amerika Serikat, Perancis dan Jerman
pada tahap take-off leading sector adalah jaringan kereta api, kemudian pada
tahap berikutnya digantikan oleh industri baja serta peralatan berat.
Tabel
7.4
Fase Kematangan Teknologi
Beberapa Negara
No
|
Negara
|
Tahun
|
1
|
Inggris
|
1850
|
2
|
Amerika Serikat
|
1900
|
3
|
Jerman
|
1910
|
4
|
Perancis
|
1910
|
5
|
Swedia
|
1930
|
6
|
Jepang
|
1940
|
7
|
Rusia
|
1950
|
8
|
Kanada
|
1950
|
Sumber:
Diolah dari M.L. Jhingan. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan
(terjemahan).
Jakarta: C.V. Rajawali, 1988. H. 187.
Rentangan Produksi
Meskipun kemajuan teknologi menyebabkan munculnya
leading sector baru menggantikan yang lama, leading sector lama pada umumnya
masih tetap bertahan.Dengan demikian kemajuan teknologi tersebut sekaligus
memperluas rentangan produksi.Produk yang dihasilkan, dengan demikian menjadi
semakin banyak dan beraneka ragam.Perkembangan yang semacam ini meningkatkan
daya tahan perekonomian negara yang berada pada tahap menuju kematangan ini
sehingga menjadi lebih mampu menahan segala gejolak yang tak terduga.
Perubahan Struktur dan Keahlian
Tenaga Kerja
Kemajuan teknologi menimbulkan
perubahan yang berarti terhadap struktur ekonomi dan keahlian tenaga kerja.
Peranan sektor industri meningkat, sementara peranan sektor pertanian
berkurang. Tenaga kerja berubah menjadi terdidik. Kemajuan dalam bidang
pendidikan ini selanjutnya menyebabkan upah nyata pekerja meningkat dan mereka
mengorganisasikan diri untuk mendapatkan jaminan sosial dan ekonomi lebih mampu
menahan segala gejolak yang tak terduga.
Perubahan Struktur dan Keahlian
Tenaga Kerja
Kemajuan teknologi menimbulkan
perubahan yang berarti tehadap struktur ekonomi dan keahlian tenaga kerja.
Peranan sektor industri meningkat, sementara peranan sektor pertanian
berkurang. Tenaga kerja berubah menjadi terdidik. Kemajuan dalam bidang pendidikan
ini selanjutnya menyebabkan upah nyata pekerja meningkat dan mereka
mengorganisasikan diri untuk mendapatkan jaminan sosial dan ekonomi yang lebih
besar.
Manajemen Usaha
Kepemimpinan dalam dunia usaha (perusahaan)
mengalami perubahan, dimana peranan manajer semakin penting dan terpisah-pisah
dari pemilik (the owner).Perubahan ini mendorong lahirnya para manajer
profesional yang mempunyai kedudukan yang semakin penting.Watak para pengusaha
(manajer) berubah dari pekerja keras dan kasar menjadi manajer yang halus dan
sopan.
Kejenuhan Masyarakat
Adanya gejala kebosanan
masyarakat terhadap kemajuan yang diciptakan oleh industrialisasi, dan mulai
ada kritik-kritik terhadap industrialisasi tersebut. Ada kecenderungan bahwa
masyarakat selalu menginginkan sesuatu yang lebih baru, mendorong terjadinya
perubahan lebih lanjut.
7.6.5 Periode
Konsumsi Tinggi dan Besar-besaran
Merupakan
kelanjutan dari periode menuju kematangan. Disebut konsumsi tinggi dan
besar-besaran ((Highmass consumption) karena
dalam periode ini terdapat perkembangan yang pesat dalam konsumsi masyarakat,
baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Karakteristiknya secara garis besar
adalah sebagai berikut:
(a)
Pemenuhan
produk-produk kebutuhan pokok bukan lagi merupakan problema utama.
(b)
Perhatian masyarakat lebih ditujukan kepada
masalah-masalah konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dalam arti luas, tidak
lagi pada masalah produksi seperti pada peridoe sebelumnya. Dengan kata lain pada tahap ini keseimbangan perhatian
masyarakat sudah beralih dari penawaran ke permintaan. Jumlah barang-barang
konsumsi yang dibutuhkan oleh masyarakat (konsumen) sudah semakin banyak yang
dapat dipenuhi. Konsumsi barang-barang konsumsi tahan lama, seperti mobil,
kulkas dan peralatan rumah tangga lainnya menjadi semakin populer.
(c) Adanya
migrasi ke pinggiran kota
(d)
Suasana persaingan semakin tajam terutama
dalam al: (i) memperbesar kekuasaan dan pengaruh ke luar negeri; (ii)
menciptakan kemakmuran yang lebih merata bagi penduduk, misalnya melalui penerapan
sistem pajak progresif, peningkatan jaminan sosial dan pengadaan fasilitas
hiburan bagi para pekerja; dan (iii) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat. Kecenderungan kepada konsumsi besar-besaran barang-barang
yang tahan lama (durable goods), ketiadaan pengangguran dan peningkatan
kesadaran akan jaminan sosial membawa perekonomian kepada laju pertumbuhan
penduduk yang semakin tinggi.
Ada tiga kekuatan yang nampak
cenderung meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam periode ini, yaitu: (i)
Penerapan kebijaksanaan nasional untuk meningkatkan kekuasaan dan pengaruh
melampaui batas-batas nasional; (ii) Keinginan untuk menjadi suatu negara
kesehateraan (welfare state) dengan
pemerataan pendapatan nasional yang lebih adil melalui pajak progresif,
peningkatan jaminan sosial dan fasilitas hiburan bagi para pekerja; serta (iii)
Keputusan untuk membangun pusat perdagangan dan sektor-sektor penting seperti
mobil, rumah murah dna berbagai peralatan rumah tangga yang menggunakan listrik
dan sebagainya.
Secara historis, Amerika
Serikat adalah negara pertama (1920) yang mencapai tahap kelima ini, diikuti
oleh Inggris (1930-an), Jepang dan Eropa Barat (1950-an).
7.6.6 Beberapa
Kritik terhadap Teori Rostow
(a) Rostow mengatakan bahwa periode take-off berkisar antara 20 s/d 30
tahun, yang diikuti oleh periode menuju kematangan selama 40 s/d 50 tahun.
Orang sulit menunjukkan dengan tepat batas diantara kedua peridoe tersebut
(b)
Rostow menyusun karakteristik yang spesifik bagi masing-masing dari lima tahap
(periode) yang dikemukakannya, yang
disarankan untuk meningkat dari satu tahap ke tahap berikutnya. Tetapi
Gerschenkron dan Hubakuk menunjukkan bahwa karakteristik yang
diidentifikasikannya pada tahap-tahap tertentu juga ditemukan pada tahap-tahap
lainnya. Mereka menduga bahwa karakteristik dari tahap-tahap prakondisi dapat
terjadi secara simultan dengan tahap tinggal landas serta ciri utama dari
periode konsumsi yang berlebih (high mass consumption) pada tahap-tahap awal
(c) Rostow terlalu cepat membuat
generalisasi dari hasil-hasil observasi yang terbatas. Modelnya sangat cocok
untuk Inggris, tetapi terbukti kurang bisa diaplikasikan di negara-negara
lainnya. Gerschenkron menyarankan supaya setiap negara tidak mengikuti jalur
pertumbuhan daapt terjadi pada setiap tahap dan berkembang dengan cara yang
unik sesuai dengan sifat masyarakat yang bersangkutan.
(d) Model Rostow juga dikritik
tentang salah satu dari berapa hal yang spesifik Kuznets, dalam studi
empirisnya tidak menemukan dukungan bagi pendapat Rostow, bahwa dalam peridoe
take off investasi akan menjadi dua kali lipat, yaitu dari 5 % menjadi 10 % di
atas GNP.
2009. h.128-129.
[3] Business Week (19 Juli
1982), New Restriction on World Trade:
Governments Link Impor-Bartering
Goods
and Protecting Jobs”.Seperti dikutip oleh Pang Lay
Kim (1983). Beberapa Aspek Ekonomi dan
Bisnis Nasional dan Internasional.Ghalia
Indonesia.Jakarta .
hh. 130-131.
[4] Zaman Romawi adalah zaman
kejayaan kerajaan Romawi yang kemudian berakhir menjelang
munculnya zaman pertengahan
[5]
Irawan dan Suparmoko, a.cit h 23
[6]Lihat Adrimas (1990) Ekonomi Pembangunan. PAU- Studi Ekonomi UGM.
Yogyakarta. Tabel 1.2
dan 1.4. hh. 16-21.
[7] W.W Rostoe, The Stages of Economic Growth: A
Non Communist Manifesto (Cambridge University
Press, 1990).
[8] Pengertian Leading Growth
Sector dapat dilihat pada halaman 14
agraris primitif membutuhkan jumlah anak
yang banyak terutama untuk membantu pekerjaan orang
tuanya
sebagai petani. Disamping itu anak juga diharapkan untuk tempat berlindung oleh
orang tua
pada
saat mereka sudah tidak mampu lagi bekerja
[10]
Konsep vicious circle ini sudah dikemukakan pada Bab 2.
[11]
Masa orde baru adalah masa sesudah tahun 1966, dimana perhatian bangsa
Indonesia lebih banyak ditujukan kepada pembangunan ekonomi. Pada periode sebelumnya (disebut orde lama perhatian masyarakat (dan
oleh karena itu juga sumber daya yang mereka miliki) lebih banyak digunakan
untuk kegiatan-kegiatan politik, sehingga pembangunan ekonomi terabaikan. Kebobrokan
ekonomi ini diindikasikan oleh laju inflasi yang mencapai 635 persen pada tahun
1966
[12] Dana Inpres Desa adalah dana yang dialokasikan pemerintah pusat Indonesia kepada masing-masing desa di Indonesia
yang penggunaannya diserahkan kepada masyarakat desa itu sendiri. Salah satu argumen dari dana inpres desa
ini adalah untuk memancing partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan
[13]Thomas Suyitno, dkk (1989). Kelembagaan
Perbankan. PT Gramedia: Jakarta. H. 4
[14] Ibid,.p.39
[15] Ibid., p. 38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.