BAB
4
PRASYARAT
PERENCANAAN PEMBANGUNAN
A
|
gar suatu perencanaan
pembangunan dapat dilaksanakan secara efektif diperlukan prasyarat berikut:
1.
Data statistik
2.
Organisasi ekonomi
3.
Bentuk pemerintahan
4.
Kesamaan pendapatan
5.
Partisipasi masyarakat
Kelima faktortersebut
satu sama lain saling mempengaruhi dan berikut ini dijelaskan satu per satu.
4.1
DATA STATISTIK
Kecukupan, ketepatan dan
validitas informasi statistik mengenai situasi yang ada dalam perekonomian
merupakan prasyarat utama bagi keberhasilan suatu perencanaan pembangunan
ekonomi. Informasi statistik yang akurat diperlukan untuk memperbaiki prioritas
dalam program investasi dan untuk mengadakan koordinasi antarindustri. Data
statistik mengenai perubahan harga, kesempatan kerja, perdagangan luar negeri,
valuta asing dan sebagainya diperlukan dalam merumuskan dan mengevaluasi suatu
rencana ekonomi.
NSB pada umumnya
mengalami kekurangan data statistik, oleh karena itu dalam perencanaan
pembangunan ekonominya perlu dikembangkan program peningkatan dan penyempurnaan
data statistik. Di Indonesia misalnya pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Propinsi (BAPPEDA Tingkat I) terdapat bidang statistik dan pelaporan yang
dikepalai oleh seorang “Kepala Bidang” (Kabid).
4.2
ORGANISASI EKONOMI
Prasyarat yang kedua
adalah bahwa organisasi ekonomi yang ada harus mendukung program-program
perencanaan dan tida menghambatnya. Pengalaman pada beberapa negara menunjukkan
bahwa suatu organisasi ekonomi yang didominasi oleh sektor swasta berskala
besar tidak cocok dengan kebutuhan dan syarat-syarat perencanaan yang efektif.
Perencaanaan negara-negara kapitalis memperlihatkan bahwa perusahaan swasta
tidak pernah merasa senang pada perencanaan, bahkan mereka pada umumnya
berusaha mentorpedo rencana tersebut dari bawah. Sebaliknya di negara-negara
komunis perekonomian direncanakan secara terpusat.
4.3
BENTUK PEMERINTAHAN
Sistem pemerintahan
parlementer dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat pada umumnya tidak dapat
berjalan seiring NT yang ingin menempuh kemajuan ekonomi yang cepat, harus
hati-hati memutuskan sistem pemerintahan yang cocok untuk itu. Pemerintahan
parlementer, pada umumnya bukan merupakan senjata yang cocok untuk mencapai
pembangunan ekonomi yang cepat. Ekspansi ekonomi yang berkelanjutan dan cepat
dengan kekuatan sendiri dengan kemajuan demokrasi tidak dapat berjalan mantap.
Pemerintahan parlementer, meskipun terlihat dan ingin memperoleh kemajuan
ekonomi, merasa perlu memajukan bisnisnya dengan akibat mendapatkan kritik dari
masyarakat secara politis. Pemerintahan sosialis (komunis), sebaliknya tidak
mendapat banyak tantangan dari masyarakat (partai-partai politik) dalam
pembangunan yang terencana.
4.4
KESAMAAN PENDAPATAN MASYARAKAT
Prasyarat keempat yang
harus dipenuhi agar suatu perencanaan pembangunan dapat diimplementasikan
secara efektif adalah terdapatnya suatu distribusi pendapatan yang cukup merata
dalam masyarakat bersangkutan. Distribusi pendapatan yang cukup merata ini akan
menimbulkan “rasa keadilan” yang selanjutnya membangkitkan gairah di kalangan
masyarakat bersangkutan untuk ikut mensukseskan perencanaan perencanaan
tersebut.
Aspek perataan pendapatan
ini perlu ditekankan karena pada kebanyakan NSB dengan sistem perekonomian
campuran (dimana terdapatsektor swasta yang kuat), pertumbuhan ekonomi yang
cepat cendrung menciptakan kondisi dimana kesejahteraan dan kekuatan ekonomi
terkonsentrasi pada beberapa orang atau kelompok di dalam masyarakat. Di
Indonesia misalnya, pembangunan jangka panjang pertama (PJP I) telah melahirkan
sejumlah konglomerat yang mendominasi kegiatan ekonomi nasional melalui posisi
monopoli dan oligopoli serta akses kepada penguasa. Dalam pada itu PJP I juga
melahirkan sejumlah ‘orang kaya baru’ (OKB) yang tingkat pendapatan dan
kesejahteraannya jauh di atas pendapatan rata-rata masyarakat. Meskipun
demikian sepanjang PJP I dan pada PJP II mendatang aspek pemerataan memperoleh
perhatian besar dalam pembangunan di Indonesia. Hal ini tergambar dari Trilogi
Pembangunan yang meliputi: pemerataan, stabilitas dan pertumbuhan ekonomi yang
merupakan landasan pembangunan nasional. Hal ini sejalan dengan pendapat Prof.
Oscar Lange yang mengatakan bahwa:
………..as ageneral principle, successful planning for
economic development must imply the abolition-or at least neuralisation of such
concentration of private economic power as would block the realisation of the
plan.[1]
4.5
PARTISIPASI MASYARAKAT
Kerjasama dan opini
masyarakat merupakan minyak pelumas bagi perencanaan dan bahan bakar bagi
pembangunan ekonomi. Hal ini berarti bahwa suatu perencanaan pembangunan yang
kurang didukung oleh kerjasama masyarakat tidak akan dapat berfungsi dengan
baik. Seperti yang dikatakan oleh Prof. W. A Lewis.
“Popular enthusiasm is both the lubricating oil of
planning the petrol of economic development a dynamic for that makes things
possible”.[2]
Sehubungan dengan itu
Komisi Perencanaan India (semacam Bappenas-nya Indonesia), misalnya telah
membentuk “Komite Penasehat Publik” yang bertugas menjamin terwujudnya suatu
kerjasama publik.[3]
Sampai pada batas
tertentu terwujudnya kerjasama publik ditentukan oleh keberadaan administrasi
pemerintahan. Administrasi pemerintahan yang kuat, simpatik, kompeten dan tidak
korup mempunyai potensi mendorong ‘partisipasi masyarakat’ dalam mensukseskan
perencanaan pembangunan yang disusun oleh masyarakat.
Penduduk di daerah
pedesaan, dalam keadaan normal mempersiapkan diri dan berkeinginan untuk
bekerja secara sukarela (bergotong royong) membangun atau memperbaiki jalan
yang melalui desa mereka atau irigasi yang diperlukan manfaat langsung kepada
mereka. Maka kalau para perencana mempertimbangkan hal-hal yang seperti ini
dalam menyusun perencanaan pembangunan maka peluang implementasi perencanaan
tersebut untuk berhasil akan semakin besar.
Di Indonesia untuk
mendorong partisipasi masyarakat pedesaan, pemerintah menggelar proyek Inpres
Desa, dimana pemerintah memberikan sejumlah dana kepada pemerintah desa untuk
digunakan untuk digunakan dalam membangun desanya. Dana dari pemerintah itu
berfungsi sebagai perangsang, karena dengan dana tersebut diharapkan masyarakat
dapat merencanakan dan menyiapkan suatu proyek pembangunan dengan beberapa kali
lipat dari dana bantuan tersebut. Adapun dana tambahan tersebut berasal dari
swadaya masyarakat, baik dalam bentuk uang maupun dalam benutk tenaga (gotong
royong). Pada tahun awal dikenalkannya proyek ini (1974/1975 jumlah dana
tersebut adalah Rp. 100.000,- per desa, dan kemudian mengalami peningkatan
sebanyak beberapa kali sehingga mencapai Rp. 5 juta per desa pada tahun
1992/1993. Begitu pula teknis pelaksanaanya dari waktu ke waktu terus
disempurnakan dan semakin terintegrasi dengan proyek-proyek pembangunan
lainnya. Proyek-proyek tersebut pada umumnya adalah berupa pembangunan/
perbaikan insfrastruktur di pedesaan seperti jalan desa, irigasi dan
sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.